Dr. Adian Husaini pernah menulis sebuah artikel khusus dengan judul “Jangan lupakan 3 April: Hari Kembalinya NKRI setelah Mosi Integral Mohammad Natsir”. Dalam artikel itu disebutkan bahwa Konferensi Inter-Indonesia antara delegasi Republik Indonesia dengan BFO,Bijeenskomst voor Federal Overleg, sebuah komite bentukan Belanda di Yogyakarta tanggal 19-22 Juli 1949 menghasilkan keputusan dibentuknya RIS.
Pembentukan BFO merupakan upaya Belanda “mengepung” Republik Indonesia. Negara BFO adalah Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur, dan Negara Jawa Tengah. Dengan demikian Negara Republik Indonesia hanyalah di sebagian pulau Jawa, Madura, dan Sumatera.
Selama dua setengah bulan, Natsir melakukan berbagai lobi yang tidak mudah terutama dengan negara-negara bagian di luar Jawa.
Kemudian pada tanggal 3 April 1950 Mohammad Natsir sebagai Ketua Fraksi Partai Masyumi (Majelis Syura Mualimin Indonesia) mengajukan apa yang dikenal sebagai “Mosi Integral Natsir” didepan parlemen untuk menyatukan kembali Republik Indonesia yang telah tercabik-cabik menjadi Negara-negara bagian berhimpun kembali menjadi NKRI, yang diumumkan secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1950.
Mosi Integral Natsir menunjukkan secara gamblang akan komitmen ke-Indonesiaan tokoh-tokoh Islam. Kecintaan kepada NKRI bukanlah basa-basi. Jangan gegabah melabeli umat Islam anti NKRI. Justeru sebaliknya, ide dan perjuangan untuk kembali kepada NKRI dilakukan oleh seorang Muhammad Natsir yang tokoh Islam.
Bung Hatta, lanjut Adian bahkan mengatakan bahwa tanggal 3 April 1950 merupakan Proklamasi kedua setelah Proklamasi pertama tanggal 17 Agustus 1945.
Presiden Soekarno ketika ditanya siapa yang pantas menjadi Perdana Menteri pertama NKRI mengatakan bahwa tidak ada lain yang pantas sebagai Perdana Menteri kecuali Mohammad Natsir, penggagas Mosi Integral.
Mohammad Matsir dan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
Pasca Masyumi membekukan diri pada tahun 1967, Mohammad Natsir bersama sejumlah tokoh yakni Prof Dr. H.M.Rasyidi, KH. Hasan Basri, KH. Taufiqurahman, Prawoto Mangkusasmito, H. Nawawi Duski, H. Buchori Tamam, Abdul Hamid, dan H. Abdul Malik Ahmad mendirikan Yayasan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pada tanggal 26 Februari 1967. Jika sebelumnya Mohammad Natsir berdakwah melalui politik, yaitu melalui partai Masyumi, maka setelah didirikannya Dewan Da’wah dia berpolitik melalui jalan dakwah, berdakwah tanpa meninggalkan perjuangan politik.
Dewan Da’wah yang didirikannya memiliki lima fungsi, sebagaimana termaktub dalam Anggaran Rumah Tangga Dewan Da’wah Pasal 13: ” Fungsi yang diemban oleh Dewan Da’wah adalah pertama sebagai pengawal aqidah, kedua penegak syari’ah, ketiga sebagai perekat ukhuwah, keempat pengokoh NKRI, dan yang terakhir sebagai pendukung solidaritas dan dunia Islam.