Indonesia negara Pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, ras, agama, dan bahasa. Adanya perbedaan ini menjadi nilai positif untuk saling mengenal dan berinteraksi dalam lingkup sosial. Agar interaksi berjalan baik dalam perbedaan, maka diperlukan sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain, biasa disematkan dengan istilah toleransi. Toleransi inilah yang menjadi pondasi dasar keberlangsungan hidup pluralistik nasional.
Toleransi menurut Michael Wazler adalah sebuah keniscayaan yang harus ada di kehidupan sosial bermasyarakat. Artinya, masyarakat memerlukan toleransi untuk hidup rukun dan menghormati segala perbedaan. Adanya toleransi juga sebagai solusi terjadinya diskriminasi antar kelompok masyarakat. Perlu disadari bahwa wilayah di Indonesia memiliki keragaman budaya, keunikan khas, perbedaan keyakinan, dan perbedaan tradisi di momen-momen hari besar.
Perkembangan zaman juga berpengaruh pada meluasnya informasi seputar isu toleransi di Indonesia. Terlebih Indonesia memasuki era yang melahirkan Gen Z, dimana generasi ini lahir saat kecanggihan teknologi berkembang. Alih-alih muncul dampak negatif, kemajuan ini dimanfaatkan konten kreator utamanya Gen Z menebar pemahaman positif dan mengenalkan isu toleransi yang asik dibicarakan. Salah satu nya adalah isu toleransi beragama, terutama saat ini umat muslim memasuki bulan Ramadhan.
Tahun ini, Bulan ramadhan dimulai Selasa, 12 Maret 2024. ketetapan ini dibuat oleh Menag dalam konferensi pers usai Sidang Isbat. Sehingga, umat muslim melaksanakan sholat tarawih pertama tanggal 11 Maret. Sedangkan, pada 11 Maret 2024 juga menjadi Hari Nyepi Tahun Baru Saka 1946 umat Hindu. Dimana dalam upacara agamanya, pada malam sebelum Nyepi ada tradisi Arak Ogoh-Ogoh, jelas hal ini akan menimbulkan keramaian. Dilanjutkan esoknya, umat hindu melaksanakan Nyepi. Nyepi artinya berdiam diri di rumah dan tidak melakukan aktifitas di luar.
Tahun ini di Indonesia terdapat fenomena unik, umat muslim melaksanakan sholat tarawih secara gelap gulita di beberapa masjid yang terdapat di Bali. Gunanya menghormati supaya tidak terjadi keramaian ketika Nyepi masih berlangsung. Begitu pula ketika perayaan Ogoh-ogoh, banyak ditemui umat muslim ikut melihat Arak Ogoh-ogoh di jalan maupun saat pembakaran patungnya. Inilah yang disebut toleransi antar umat beragama. Saling menghormati lingkup agama.
Informasi isu toleransi biasanya akan bermunculan di media sosial Instagram, Twitter, YouTube maupun Tiktok. Konten kreator memiliki cara sendiri menyampaikan pesan toleransi harus digaungkan, tak aneh jika mereka mengunggah postingan dengan konsep komedi hingga banyak kontennya FYP.
Baru-baru ini misalnya, muncul unggahan vidio lucu dari beberapa akun Intagram menyoroti aksi non muslim ikut berburu takjil di bulan Puasa. Takjil adalah makanan atau minuman untuk berbuka puasa. Di bulan Ramadhan banyak ditemui penjual takjil di pinggir jalan menjajakan aneka minuman dan makanan. Mereka biasanya mulai berjualan pukul tiga siang. Nyatanya, tidak hanya umat muslim yang ingin berburu takjil, melainkan non muslim tidak mau ketinggalan.
Unggahan ramai Gen Z berburu takjil tidak hanya berisikan vidio orang non muslim yang sedang membeli takjil, mereka juga kerap menggunakan hastag lucu. Misalnya hashtag “#untukmu agamamu, untukku takjilmu” dijadikan caption vidio. Tidak hanya itu, aksi berburu takjil digaungkan oleh pemuka agama yakni pendeta. Vidio berdurasi kurang lebih 15 detik berisi pengumuman pendeta bahwa untuk non muslim berburu takjil mulai jam tiga. Vidio ini ramai disukai dan sudah di komentari sebanyak tiga ribu lebih netizen. Selain semangat mengahbiskan takjil, non muslim ikut tren booking tempat bukber duluan. Vidionya pun menampilkan beberapa perempuan menggunakan gamis panjang dan memberikan salam seperti lebaran idul fitri (link Vidio di bawah).
Aksi di media sosial banyak menuai komentar baik dari netizen. Banyak netizen malah merespon dengan lawakan serupa. Kata “Toleransi” diketik dan dijadikan headline komentar. Disisi lain, penjual takjil dan rumah makan ikut mendapatkan keuntungan, sehingga ini dapat dijadikan contoh kecil bahwa bulan Ramadhan tidak hanya memberkahi umat muslim namun berkah untuk semuanya.
Unggahan selain vidio pendek di media sosial, konten toleransi juga dijadikan tema pada vidio di YouTube. Ramadhan ini konten kreator YouTube membahas tuntas isu toleransi berdurasi panjang sekitar satu jam. Pembahasannya mulai dari dasar-dasar kepercayaan, kisah-kisah tokoh agama seperti kenabian, tradisi keagamaan maupun kebiasaan perayaan hari-hari besar sampai membahas pada logika keagamaan. Konten kreator biasanya mengemas pembahasan diskusi dengan berbagai cara, mulai dari premis awal kemudian berkembang ke pembahasan lanjutan. Selain itu, hadir pula tokoh-tokoh agama, narasumber expert dan pernah membandingkan beberapa kitab agama besar. Konten ini bermanfaat menambah pengetahuan, dan mengecilkan kemungkinan kesalahpahaman antar umat beragama.
Laman YouTube yang telah menggaungkan tema toleransi misalnya Deddy Corbuzier. Sudah dua Ramadhan terakhir konsisten setiap harinya mengunggah satu vidio membahas toleransi umat beragama. Acara yang bernama Login ini dipandu oleh Habib Husein Ja’far dan Onadio Leonardo (Onad).
Dua sosok ini secara alami melebur berdiskusi dengan tema keagaaman dibenturkan pada aksi sosial masyarakat. Sehingga pembahasan mereka relate dengan kondisi masa kini. Didukung dengan jumlah pengikut mencapai 22,3 juta, dalam sekali unggahan vidio bisa ditonton sekitar 1 juta setelah 24 jam penayangan.
Platform YouTube menjadi opsi dakwah toleransi berkembang. Dengan menyediakan durasi lebih panjang, isi pembahasan isu-isu strategis dituntaskan dan dikuliti lebih tajam. Pembicaraan di YouTube terkesan lebih terbuka dalam pemilihan kata dibandingkan acara televisi. Maksudnya yaitu obrolan di YouTube lebih bebas namun masih pada batas koridor. Jika ini dimanfaatkan secara positif, penonton bisa memahami lebih dalam karena tidak ada unsur ditutup-tutupi.
Media sosial menjadi area bertukar informasi dengan arus cepat menyebar. Tantangan terbesar generasi Gen Z yakni menghadapi keberagaman di media sosial, sehingga tidak mudah terpengaruh informasi yang menjerumuskan pada tindakan deskriminasi. Sebaliknya, tren dan kecanggihan teknologi harus mampu mengubah tantangan menjadi kesempatan dan dapat mengambil peran.
Perbedaan bisa berjalan harmonis bila ada rasa toleransi. Tumbuhnya rasa memahami seseorang atau kelompok antara mayoritas dan minoritas guna menghormati dan menghargai. Berbeda dalam keyakinan, bersama dalam kebaikan.