Era Matinya Media Komunitas!?

Pimpinan Redaksi Majalah MATAN, Ainur Rafiq Sophiaan Msi. (Sumber Foto: Askhabul Mukminin)

Era distrupsi terbukti telah menggerus banyak hal; bisnis yang tiba tiba tumbang, lenyapnya ribuan profesi, runtuhnya tatanan sosial, tak terkecuali matinya ribuan media massa. Namun dalam perspektif optimistik, era ini telah melahirkan ribuan profesi dan bisnis baru yang berbasis digital.

Wartawan titian.id Askhabul Mukminin mewawancarai Ainur Rafiq Sophiaan Msi. Beliau adalah Pimpinan Redaksi Majalah MATAN (majalah milik PW Muhammadiyah Jatim).

 

Ada apa dengan media massa hari ini Mas Ainur? Puluhan media tiba tiba lenyap nggak terbit lagi. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Era sebagaimana yang pernah diprediksi oleh futurolog Alvin Toffler sekarang benar benar terjadi, bahkan lebih dahsyat lagi. Kita masuk di era digitalisasi informasi, juga mengalami keberlimpahan informasi. Di saat yang sama berseliweran jutaan informasi yang hoax. Kompetisi di bisnis media tak bisa terelakkan lagi. Yang kuat akan bertahan yang lemah pasti tumbang.

Bagaimana dengan media komunitas sejenis MATAN?

Justru luar biasanya di sini. Era mendatang media media komunitas yang spesifik, unik lebih memungkinkan survive bahkan makin tumbuh menguat. Media dengan pembaca yang segmented macam MATAN.

Seperti apa konkritnya mas?

MATAN merupakan media persyarikatan yang membawa misi besar, cita cita besar, termasuk berkontribusi terhadap kemajuan peradaban, tidak bisa di pandang rendah. MATAN dengan oplah 7000 exemplar, namun memiliki pembaca minimal 10 kali lipat dari oplahnya, sebut saja kisaran 70.000 pembaca yang tersebar tidak saja di Jawa Timur tapi melintas batas, sebab kita juga telah memiliki platform digital.

MATAN pelanggannya sebagaian besar adalah institusi Amal Usaha Muhammadiyah, baik Universitas, sekaolah dasar, menengah, para pimpinan dari Tingkat ranting sampai Wilayah.

Bagaimana dengan Isi?

MATAN selalu mengangkat isu isu aktual baik lokal maupun nasional. Salah satu hal yang menjadi Intangible asset ( asset yang tak terhitung) adalah melimpahnya naras umber di internal Muhammadiyah. Baik para pakar, akademisi, aktivis, pengusaha, pejabat yang kebetulan warga Muhammadiyah memberi optimisme dan nuansa kualitas yang memberi sentuhan kualitas isi MATAN.

Bagaimana dengan harga jual atau kue iklan ?

Bahasa kami buakan harga jual tapi semacam infaq ganti ongkos cetak ha..ha,…

MATAN dibandrol 15.000/exemplar, dengan kue iklan lebih dari 20 % dari lingkup amal usaha internal maupun diluar. Yang diluar jujur belum tergarap secara profesional.

Soal background bagaimana Mas?

Saya sedari muda sudah malang melintang di dunia literasi dan jurnalis. Pernah di Media Prospek, Surabaya Post dan paling lama di Jakarta Post, media yang terbit berbahasa inggris. Jadi di masa setengah muda ha..ha.. gini Allah masih memberi kesempatan di dunia yang bagi saya tidak asing tentu sangat saya syukuri.

Tapi ada nuansa yang berbeda saat di media massa umum dulu. Menurutku di media komunitas justru lebih komples. Sebab kita di tuntut tetap kritis namun tidak nabrak aturan organisasi, bersikap kritis tapi moderat. Tidak memihak namun seimbang. Memebri edukasi bukan mengintimidasi. Jadi saat sidang redaksi lebih seru di banding di media massa umum. Itu sih menurut hemat saya.

Kalau Soal Jurnalisme Konstruktif itu seperti apa?

Sebelum masuk ke sana saya ingin mengingatkan kembali bahwa dulu Alvin Tofler pernah memprediksi akan terjadi De Mass Media. Nah sekarang terbukti kan?

Mass media yang besar tiba tiba tumbang, tapi yang kecil kecil tapi seksi macam media komunitas malah makin eksis. Bagi kita di internal Muhammmadiyah khususnya MATAN, daya dan sikap kritis adalah niscaya bahkan harus. Namun memberikan gagasan alternatif dan Solusi yang tidak tunggal akan memberi wawasan lebih kepada khazanah pembaca. Di persyarikatan itu gudangnya pakar, para professor, Doktor nah tugas kita memberi sajian tambahan yang menyangkut hal hal praktis yang terkadang luput dari perhatian beliau beliau.

Kita sama sekali tidak mempertentangkan dunia praktisi dan akademisi justru mengkolaborasikan menjadikan hal yang makin memperkaya khazanah pemikiran. Dan yang terpenting MATAN harus mampu dan istiqomah menjadi salauran informasi, aspirasi dan gagasan baru yang inovatif.

Pos terkait

banner 468x60