“Serangan fajar” adalah istilah yang sering digunakan dalam dunia politik, merujuk pada praktik memberikan uang atau barang kepada pemilih sesaat sebelum pemungutan suara, dengan tujuan memengaruhi pilihan mereka. Praktik ini masuk dalam kategori politik uang (money politics), yang secara hukum negara dilarang keras. Namun, bagaimana hukum Islam memandang fenomena ini?
Pandangan Islam tentang Politik Uang
Dalam Islam, segala bentuk pemberian yang disertai niat memengaruhi atau membeli keputusan orang lain dikategorikan sebagai risywah (suap). Rasulullah ﷺ dengan tegas melarang praktik ini:
“Rasulullah melaknat pemberi suap dan penerima suap serta yang menjadi perantara di antara keduanya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Ayat-ayat Al-Qur’an juga menegaskan larangan memakan harta orang lain secara batil, termasuk melalui cara-cara yang tidak adil:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Dalam konteks “serangan fajar”, pemberi suap berusaha mendapatkan keuntungan politik, sedangkan penerima terjebak dalam dosa karena mengkhianati kejujuran dalam memilih.
Hukum Memberi “Serangan Fajar”
Berdasarkan hukum Islam, pemberian serangan fajar adalah tindakan yang haram. Alasannya adalah:
1. Merusak Kepercayaan Publik
Praktik ini mencederai prinsip keadilan dalam pemilu. Seorang pemimpin yang terpilih berdasarkan suap cenderung tidak memiliki legitimasi moral dan dapat menyalahgunakan amanah rakyat.
2. Menghalalkan Segala Cara
Memberikan serangan fajar merupakan tindakan yang mengabaikan nilai-nilai Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku lebih mementingkan kepentingan duniawi dibandingkan keridhaan Allah.
3. Berpotensi pada Kepemimpinan Zalim
Pemimpin yang menggunakan cara-cara tidak halal untuk berkuasa berisiko menzalimi rakyat, karena motivasinya sejak awal tidak dilandasi niat yang benar.
Hukum Menerima “Serangan Fajar”
Menerima serangan fajar juga tidak dibenarkan dalam Islam. Berikut alasannya:
1. Ikut Mendukung Perbuatan Haram
Penerima suap turut serta dalam praktik kecurangan, sehingga bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi akibat pemimpin yang tidak layak terpilih.
2. Mengkhianati Amanah Suara
Dalam Islam, suara yang diberikan dalam pemilu adalah amanah. Menggadaikan suara dengan imbalan tertentu berarti mengkhianati kepercayaan yang diberikan Allah untuk memilih dengan jujur.
3. Dosa Berlapis
Orang yang menerima serangan fajar akan mempertanggungjawabkan dosanya di hadapan Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram kecuali neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad)
Dalam Islam, “serangan fajar” adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip kejujuran, amanah, dan keadilan. Baik pemberi maupun penerima serangan fajar sama-sama berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk menjauhi praktik ini dan menjadikan pemilu sebagai ajang memilih pemimpin yang benar-benar berintegritas demi keberkahan bersama.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)