Kampoeng Batara tepatnya merupakan bagian dari lingkungan papring yang termasuk wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Gombeng, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ketapang, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Utara. Berada di kaki Gunung Raung Lingkungan Papring Kelurahan Kalipuro, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi.
Kampoeng Batara di gagas oleh (Widie Nurmahmudy) yang prihatin dan resah karena banyaknya anak yang putus sekolah, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pendidikan menggerakkan sosok satu ini untuk tak diam saja. Ia berpikir dan kemudian membuat sebuah gerakan berbasis pendidikan dan konservasi.
Kampoeng Batara sendiri memiliki kepanjangan yaitu Kampoeng Baca Taman Rimba. Yang fokus untuk mengajak anak-anak gemar membaca.
Kegundahan Cak Widie terlahir otentik setelah melihat kondisi anak-anak yang minim pengetahuan terhadap tanaman local wisdom Kampoeng Batara. Dan pada tanggal 31 Oktober 2015 Kampoeng Batara resmi berdiri.
Kampoeng ini menjadi inspirasi dalam mengembangkan kebudayaan sekaligus mengusung peningkatan pendidikan baik formal maupun informal untuk mengembangkan masyarakat setempat yang disinergikan dengan kebudayaan kearifan lokal dan potensi setempat. Di dalam kurikulum pendidikannya juga. Kampoeng Batara juga fokus melestarikan nilai-nilai budaya, adat, dan tradisi.
Perjuangan Cak Widie patut mendapat apresiasi dan contoh untuk kita semua. Kegigihan dan perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada awalnya Kampoeng Batara ini hanya di ikuti empat anak-anak dan dalam proses pembelajarannya di ruang-ruang seadanya, kini ratusan anak-anak dan tempat pembelajarannya semakin berkembang pesat. Dalam prosesnya, 8 tahun Kampoeng Batara ini berdiri dan menjadi contoh pengembangan kurikulum sekolah adat.
Kegiatan pembelajaran yang bertajuk bermain tapi tetap tidak menghilangkan esensi pengetahuan di dalamnya menjadi ciri khas Kampoeng Batara ini. Dengan begitu, anak-anak merasa nyaman belajar dan juga bermain.
Sudah saatnya segala hal yang di mulai dari desa bertujuan untuk dunia. Kita buktikan bangsa kita yang kaya akan nilai-nilai budaya, adat, dan tradisinya menjadi penyokong Indonesia Emas 2045.
Terakhir, sosok Cak Widie harus terus lahir di pelosok-pelosok rimba, di sudut desa-desa lainnya. Karena kita ketahui bersama tingkat membaca bangsa ini sangat rendah. Maka dari itu kita semua harus mencontoh gerakan yang dibuat Cak Widie ini, terlebih menjadi penggerak di setiap desa kita masing-masing untuk senantiasa ikut andil dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa.