Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Pertahanan Negara

Bahwa dalam pandangan filosofi, kesejahteraan sosial adalah bidang yang kompleks dan memiliki banyak segi yang melibatkan beragam perspektif teoretis dan pertimbangan praktis. Dalam berbagai kajian di berbagai disiplin ilmu, dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang landasan konseptual, dilema etika, dan implikasi kebijakan yang melekat. Ide-ide yang berkembang saat ini akan membekali kita untuk menghadapi tantangan dalam membangun sistem kesejahteraan sosial yang adil, inklusif, dan berkelanjutan di dunia yang terus berubah. Namun, terkadang terdapat pandangan miring tentang kesejahteraan sosial tersebut, misalnya kesejahteraan sosial dianggap sebatas tugas pekerja sosial. Oleh karena itu, pembahasan tentang kesejahteraan sosial perlu dilihat dari sudut pandang yang tepat dan luas.

 

Ketika berada dalam tataran kenegaraan, yang mana muncul harapan demi stabilitas negara, maka urusan kesejahteraan sosial menjadi salah satu kajian penting. Analisis dari kajian tersebut dengan berbagai sudut pandang yang diberikan oleh para ahli, antara lain Rawls, Nozick, Sen, Nussbaum, dan lainnya, membantu menelusuri berbagai kerangka filosofis dan implikasinya terhadap kebijakan serta praktik kesejahteraan sosial. Di antara para cendekiawan tersebut terdapat pandangan keterkaitan antara kesejahteraan sosial dan pertahanan negara. Keterkaitan tersebut dapat dipahami karena soliditas keberadaan negara, baik dalam pandangan internal maupun eksternal, sangat ditentukan oleh ketahanan sosialnya. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa negara perlu mengokohkan dirinya di antara negara-negara lain dengan segala upaya, termasuk melalui penguatan kesejahteraan rakyat, demi menjaga pertahanan negara.

 

Konsep Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) menegaskan bahwa pertahanan bukan hanya urusan militer, melainkan melibatkan seluruh komponen bangsa. Rakyat yang sejahtera akan memiliki kesehatan yang baik sehingga siap menjadi bagian dari komponen pertahanan. Pendidikan yang memadai akan menghasilkan manusia unggul, inovatif, dan tangguh menghadapi dinamika global. Ekonomi yang stabil akan mengurangi kerentanan sosial dan mencegah potensi konflik internal. Tanpa kesejahteraan sosial, kekuatan militer secanggih apa pun akan kehilangan basis dukungan rakyat.

 

Kesejahteraan sebagai Bentuk Pertahanan Non-Militer

Di Indonesia, pertahanan negara dan kesejahteraan sosial merupakan dua pilar yang saling menguatkan. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat—pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan—yang membuat warga negara mampu hidup layak serta berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Dalam konteks ideologis, hal ini selaras dengan Pancasila, terutama sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, yang menegaskan bahwa kemakmuran rakyat menjadi bagian tak terpisahkan dari tujuan bernegara.

 

Dari sisi filosofis, pertahanan negara tidak hanya dimaknai sebagai perlindungan teritorial dengan kekuatan militer, tetapi juga sebagai upaya menjaga kelangsungan hidup bangsa melalui penguatan ketahanan nasional. UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) menegaskan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, sedangkan Pasal 30 ayat (1) mewajibkan seluruh warga ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan. Landasan yuridis lebih lanjut tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

 

Dalam konteks aktual di Indonesia, Kementerian Pertahanan bersama kementerian dan lembaga terkait menempatkan kesejahteraan sebagai prioritas utama untuk memperkuat ketahanan nasional. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menegaskan bahwa kualitas kesejahteraan rakyat lebih mendesak dibandingkan sekadar memperbesar kekuatan pertahanan secara langsung. Upaya ini diwujudkan melalui program perbaikan perumahan bagi prajurit TNI yang masih ditemui tidak layak huni di sejumlah daerah (misalnya di Tangerang), peningkatan tunjangan kinerja dan asuransi kesehatan prajurit, serta kolaborasi lintas kementerian—termasuk dengan Kementerian Sosial dan DNIKS—untuk memperluas akses kerja bagi penyandang disabilitas dan memperkuat perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pembangunan kesejahteraan rakyat, baik prajurit maupun sipil, merupakan bagian integral dari strategi pertahanan negara.

 

Namun, dalam praktiknya masih terdapat problematika di lapangan: kesenjangan sosial yang melebar, akses pendidikan dan kesehatan yang tidak merata, serta kerentanan kelompok miskin terhadap pengaruh radikalisme atau kriminalitas yang dapat memengaruhi stabilitas dan ketahanan nasional. Oleh karena itu, memahami pelaksanaan kesejahteraan sosial sebagai bagian dari pertahanan negara menjadi hal strategis yang harus dibahas secara serius.

 

Pertama, kesejahteraan sosial berfungsi sebagai fondasi ketahanan nasional. Masyarakat yang kebutuhan dasarnya terpenuhi akan memiliki ketahanan fisik, mental, dan sosial yang lebih kuat untuk menghadapi berbagai ancaman, baik bencana alam, krisis ekonomi, maupun ancaman ideologi dari luar negeri.

 

Kedua, kesenjangan sosial yang tinggi terbukti dapat memicu kerawanan politik dan keamanan. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya berpotensi menimbulkan ketidakpuasan, memicu konflik horizontal, dan membuka peluang bagi pihak luar untuk mengeksploitasi situasi. Salah satu contoh nyata adalah perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan prajurit TNI melalui program perbaikan rumah dinas yang tidak layak huni serta peningkatan tunjangan kinerja dan asuransi kesehatan. Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan individu prajurit, tetapi juga menjaga moral dan kesiapan tempur pasukan sebagai garda terdepan pertahanan negara.

 

Ketiga, aspek budaya dan lingkungan sosial juga berperan penting. Kearifan lokal, gotong royong, dan solidaritas sosial adalah modal sosial yang memperkuat kohesi masyarakat. Namun, nilai-nilai ini dapat tergerus jika kesejahteraan tidak merata atau masyarakat kehilangan kepercayaan pada negara.

 

Keempat, dari sudut pandang personal, kesejahteraan menciptakan rasa aman dan harapan bagi individu untuk hidup produktif. Rasa percaya diri masyarakat yang sejahtera memperkuat loyalitas mereka kepada negara dan menjadi benteng yang efektif terhadap infiltrasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

 

Kelima, keberhasilan program kesejahteraan sosial akan memperkuat diplomasi pertahanan Indonesia di tingkat global. Negara yang mampu menyejahterakan rakyatnya dinilai memiliki stabilitas domestik dan menjadi mitra yang dapat diandalkan dalam kerja sama keamanan internasional.

 

Dalam doktrin pertahanan modern, daya tahan sebuah bangsa tidak hanya diukur dari alat utama sistem pertahanan belaka, tetapi juga dari seberapa kuat sendi-sendi sosialnya. Program-program pemerintah seperti makan bergizi gratis, swasembada pangan, dan pembangunan sumber daya manusia sesungguhnya adalah investasi jangka panjang untuk pertahanan negara. Tantangan strategis ke depan adalah mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi yang menciptakan potensi instabilitas dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan energi yang berpotensi menjadi alat tekanan geopolitik, serta meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa kesejahteraan sosial merupakan bagian dari pertahanan nasional.

 

Menyimak hal-hal tersebut di atas, kesejahteraan sosial bukanlah urusan pinggiran dalam pertahanan negara. Justru ia adalah “medan tempur” awal untuk memastikan rakyat kuat lahir batin. Jika rakyat sehat, berpendidikan, dan memiliki kesejahteraan ekonomi, maka efek gentar (deterrent effect) Indonesia di mata dunia akan semakin tinggi. Pertahanan negara yang kokoh bukan hanya tentang senjata dan prajurit, tetapi juga tentang memastikan setiap warga negara merasa terlindungi, berdaya, dan sejahtera. Rakyat yang sejahtera adalah benteng pertama bangsa; semakin kuat kesejahteraan sosial, semakin tangguh pertahanan Indonesia.

 

Sebagai rekomendasi, pemerintah dan pemangku kepentingan perlu mengintegrasikan kebijakan kesejahteraan sosial ke dalam strategi pertahanan nasional. Pendekatan ini meliputi penguatan akses layanan dasar, pemberdayaan ekonomi lokal, perbaikan kesejahteraan prajurit TNI, serta revitalisasi nilai-nilai budaya gotong royong. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya memiliki angkatan bersenjata yang tangguh, tetapi juga rakyat yang kokoh secara sosial-ekonomi—sebuah pertahanan yang lahir dari kesejahteraan, bukan dari rasa takut.

 

Pos terkait

banner 468x60