Tepat sembilan hari lagi, terhitung sejak Jumat (11/10/2024), masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan resmi berakhir dan digantikan oleh Presiden terpilih dalam pemilu 2024, Prabowo Subianto. Selama dua periode menjabat, banyak perbincangan di masyarakat mengenai berbagai permasalahan dan kontroversi yang mewarnai kepemimpinan Jokowi. Janji Nawacita, yang awalnya diusung sebagai landasan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat, dianggap oleh sebagian kalangan gagal diaktualisasikan secara luas.
Salah satu isu yang kerap mencuat adalah ambisi kekuasaan yang tampak melalui wacana perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode, serta kemunculan Gibran Rakabuming, anak Jokowi, dalam kancah politik yang dianggap sebagai bentuk nepotisme dan pengkhianatan terhadap semangat Reformasi yang menuntut penghapusan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pengkhianatan terhadap negara, hingga kebijakan yang dianggap membiarkan korupsi tumbuh subur, juga kerap menjadi sorotan. Tak hanya itu, Jokowi kerap dikritik karena dianggap mempolitisasi hukum, membangun dinasti politik, dan mempermainkan prinsip keadilan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Di samping itu, muncul tudingan bahwa kebijakan-kebijakan Jokowi kerap menstimulasi budaya hedonisme dan sinkretisme agama, yang dinilai mengesampingkan nilai-nilai luhur bangsa.
Menjelang akhir masa jabatannya, banyak yang menilai bahwa prestasi yang diharapkan dari seorang presiden mulai memudar, digantikan oleh tuduhan cawe-cawe politik, terutama terkait Pemilu 2024. Pembagian bantuan sosial yang disertai dengan poster anaknya menambah citra bahwa Jokowi berusaha melanggengkan kekuasaan melalui keluarganya.
Nama Gibran, yang awalnya diangkat sebagai representasi generasi muda, juga disorot tajam setelah munculnya dugaan bahwa ia mengelola akun media sosial dengan nama “Fufufafa” yang berisi cuitan tidak pantas. Kontroversi ini kian membesar setelah sejumlah netizen mengaitkan akun tersebut dengan nomor ponsel Gibran melalui transfer *GoPay*. Isu ini semakin memperkeruh citra Jokowi dan keluarganya, serta memperkuat tudingan adanya upaya manipulasi kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Banyak pihak percaya bahwa segala tindakan buruk yang dilakukan selama masa kekuasaan lambat laun akan berujung pada konsekuensi hukum. Fenomena ini sering disebut sebagai “kutukan akhir masa jabatan” (end of term curse), yang menegaskan bahwa kejahatan tidak akan pernah luput dari pembalasan, baik di dunia maupun di akhirat.
Apakah Jokowi akan menjadi mantan presiden pertama di Indonesia yang diadili pasca jabatannya? Pertanyaan ini menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Dengan berbagai tuduhan yang mengarah padanya dan keluarganya, sulit mencari pembenaran atas berbagai kebijakan dan tindakan kontroversial selama dua periode kepemimpinannya. Banyak yang berharap bahwa setelah 20 Oktober 2024, keadilan akan ditegakkan dan Jokowi, beserta kroni-kroninya, akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang mereka lakukan selama hampir satu dekade berkuasa.
Tulisan ini berupaya untuk menelisik dosa-dosa politik yang ditinggalkan Jokowi selama masa jabatannya serta bagaimana tindakan-tindakan tersebut berdampak pada Ibu Pertiwi. Apakah hukum dunia akan berlaku, atau akankah kejahatan-kejahatan tersebut akan lolos dari jeratan hukum?