Menjaga Benteng Alam Jember Melalui Krida Sinatria Bhumi Watangan

Menjaga Benteng Alam Jember Melalui Krida Sinatria Bhumi Watangan
Sumber Foto : Panitia Kegiatan Krida Sinatria Bhumi Watangan

Kawasan bukit Watangan di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Jember, merupakan benteng alam yang melindungi masyarakat dan ekosistem dari ancaman tsunami akibat gempa megathrust di Samudra Indonesia. Selain itu, gua-gua Watangan, ribuan tahun lalu, menjadi tempat tinggal manusia purba berciri Australomelanesid.

Meskipun sejak penjajahan Belanda kawasan ini sudah menjadi cagar alam, bukan berarti ancaman kerusakan ekosistem akibat aktivitas manusia tidak ada. Beberapa informasi menyebutkan bahwa sudah ada pihak tertentu yang tertarik untuk meneliti potensi tambang di Watangan.

Sebagai upaya mencegah Watangan dari usaha aktivitas pertambangan, pemerintah desa, pelaku seni-budaya, pemuka agama, akademisi, dan pihak-pihak lain yang peduli perlu bekerjasama dalam satu gerakan yang mengkampanyekan kesadaran ekologis.

Setelah beberapa kali pertemuan, Dewan Kesenian Jember (DeKaJe), Majelis Sholawat Al-Ghofilin, Pemerintah Desa Lojejer, Derap Kebudayaan Jember (Daya-Jember), Lingkar Kajian Eko-Kultural dan Pengembangan Komunitas FIB UNEJ (NiraEntas), dan Pusat Kajian Pemajuan Kebudayaan UNEJ (Pusakajaya), memutuskan untuk bekerjasama mendesain dan melaksanakan sebuah gelaran multibentuk, “Krida Sinatria Bhumi Watangan.”

Gelaran ini akan dilaksanakan pada 18-25 Juni 2022, bertempat di beberapa lokasi yang berada di wilayah Desa Lojejer, seperti kawasan hutan Maelang Kepel-Sebanen, gua-gua purba, dan balai desa.

Secara filosofis, gelaran ini mengajak semua pemangku kepentingan dan masyarakat untuk bergerak bersama-sama menjaga dan merawat kawasan Watangan dan ekosistemnya. Pilihan untuk merawat dan menjaga kawasan ini adalah laku kolektif yang berdimensi religi, kultural, dan akademis.

Kolaborasi strategis dan kreatif lembaga seni-budaya, lembaga keagamaan, pemerintah desa, dan kelompok peneliti perguruan tinggi menegaskan bahwa Krida Sinatria Bhumi Watangan bukan sekedar pentas seni, alih-alih, gelaran multibentuk yang mengajak berpikir, berkarya, dan bergerak bersama-sama untuk mempertahankan ekosistem Watangan.

Prinsip tersebut menjadi landasan untuk mendesain dan menjalankan ragam kegiatan selama satu minggu. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: Jelajah Gua Purba, Sarasehan Kepurbakalaan, Lingkungan, dan Kebudayaan, Sarasehan Pertanian, Sema’an dan Sholawat Al-Ghofilin, Workshop dan Lomba Penulisan Tradisi Lisan, Arak-arakan Gunungan, Gelar Seni, dan Sendratari “Krida Sinatria Bhumi Watangan.”

Perpaduan kegiatan rekreatif, edukatif, religius, dan kreatif dalam gelaran ini diharapkan bisa menumbuhkan cara pandang komprehensif dalam usaha-usaha pemertahanan kawasan yang harus menimbang bermacam aspek kehidupan, seperti kondisi lingkungan, budaya, masyarakat, pertanian, dan pentingnya pengetahuan.

Kegiatan Sema’an Al-Qur’an dan Sholawat Al-Ghofilin diselenggarakan untuk menanamkan aspek religiusitas dalam aktivitas kultural dan ekologis, sehingga masyarakat mendapatkan legitimasi agama tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Selain itu, kedua kegiatan yang akan dipimpin langsung oleh Gus Baiquni, Gus Mamba’, dan Gus Jaddin dari TPQ Al-Ghofilin Talangsari ini ingin mengajak kembali masyarakat memperkuat pemahaman bahwa agama dan budaya bisa bertemu dan berjalan secara harmonis serta bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekologis dan kemaslahatan bersama.

Khusus sendratari, para seniman rakyat dari kawasan Wuluhan dan Puger akan berkolaborasi dengan para santri TPQ Al-Ghofilin dan Sanggar Seni Sotalisa Jember. Penata tari senior Jember, Sulis, S.Pd., akan mendampingi mereka menciptakan karya yang menceritakan bagaimana kehidupan manusia yang dipenuhi kehendak, termasuk untuk menaklukkan dan mengeksploitasi alam. Dalam perjalanannnya banyak masalah akibat tindakan tersebut.

Sebagai bagian akhirnya, para penari akan menawarkan gerakan estetik yang menekankan bahwa memahami bagaimana seharusnya hubungan harmonis manusia dan alam serta budaya dan agama, menjadi salah satu alternatif untuk melanjutkan kehidupan di muka bumi ini.

Sebagai catatan khusus, biaya yang digunakan dalam Krida Sinatria Bhumi Watangan berasal dari urunan tim produksi dan sumbangan masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada dana dari APBD Jember yang mengalir ke kegiatan ini.

Ini membuktikan bahwa para pelaku seni-budaya bisa bekerjasama dengan banyak pihak yang memiliki kepedulian terhadap pemajuan budaya, aktivitas keagamaan, dan keberlanjutan lingkungan untuk menggelar acara kolosal, tanpa harus bingung ketika pemkab tidak memberikan dana.

Pos terkait

banner 468x60