Menyoal Kebijakan Publik Bupati Jember Terkait Mutasi Pejabat

Kabupaten Jember dengan jumlah penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa ini memiliki dengan beragam bentuk sosial-budaya (multikultural). Realitas ini melahirkan beragam karakter masyarakat dengan segala kepentingannya. Pemerintah tentu harus memandangnya sebagai sesuatu yang penting karena bisa menjadi salah salah satu indikator yang bisa dipakai pemerintah untuk menentukan lahirnya kebijakan publik.

Seorang bupati yang memimpin jalannya pemerintahan di Jember wajib paham apa itu kebijakan publik dan faktor-faktor yang diperlukan untuk menentukan arah kebijakan publik itu sendiri. Karena setiap keputusan pemimpin pemerintahan, baik berupa tindakan ataupun berupa sikap diam alias tidak berbuat apapun, merupakan keputusan yang berimplikasi kepada kepentingan publik yang berada dalam spektrum kekuasaannya.

Dengan demikian, ketika pemimpin pemerintahan menjalankan kekuasaannya di dalamnya senantiasa melekat ruang lingkup kewenangan, tanggungjawab dan sekaligus dukungan sumberdaya yang memadai yang disediakan oleh publik melalui pengelolaan anggaran institusi daerah yang dipimpinnya.

Untuk maksud dan kepentingan tersebut maka publik memiliki hak memaksa pemimpin pemerintahan senantiasa bertindak atau tidak bertindak sekalipun semuanya dalam koridor instrumen yang disepakati mereka demi memenuhi tuntutan kepentingan mereka.

Siapapun yang memahami semua aspek terkait kebijakan publik akan menempatkan seorang pemimpin pemerintahan dalam posisi istimewa. Posisi itu mencerminkan nilai moral kepemimpinan karena kesadaran bahwa tidak ada sesuatupun dari semua yang dilakukan atau tidak dilakukan sekalipun ketika menyangkut kewenangannya maka dipastikan akan berdampak kepada masyarakat luas (publik).

Posisi istimewa ini ketika disadari sebagai bagian tanggungjawab moral dan dijalankan dalam koridor regulasi yang wajib dipedomani pemimpin pemerintahan akan memunculkan optimisme bahwa kepentingan publik yang menjadi tanggungjawab pemerintahan dapat terlayani dengan efektif.

Sebaliknya, manakala posisi istimewa ini diabaikan atau dijalankan tanpa kesadaran moral utuh, disalahgunakan atau dengan maksud pencitraan dikemas seolah penuh kesadaran moral dan framing segala kebaikan namun realisasinya penuh kepalsuan maka dapat dipastikan hanya menunculkan kepuasan publik yang semu.

Kepuasan itu seringkali hanya diwakili suara para penjilat, suara para pihak yang sedang memperebutkan kue kekuasaan menggunakan narasi dan topeng penuh senyum membungkus niat licik untuk memuluskan tujuan-tujuan busuknya.

Pandangan keliru tentang kebijakan publik merupakan pokok pangkal kesalahan fatal dalam merumuskan, memutuskan dan mengimplementasikannya sehingga berisiko memunculkan kekacauan akumulatif dalam tata kelola pemerintahan. Akibat yang dapat dirasakan adalah ketidakterimaan publik terhadap hampir setiap kebijakan yang diinisiasi pemimpin pemerintahan.

Dalam kasus Jember, maka kearifan bupati menjadi parameter apakah kebijakan publik tersebut telah berada dalam bingkai yang tepat ataukah masih jauh berada di posisi yang tidak terpetakan. Kearifan ini senantiasa dipresentasikan oleh semua wajah kebijakan yang disuarakan, digerakkan, dan juga diproduksi oleh siapapun yang berposisi merepresentasikan kepentingan sang Bupati.

Maka, memahami kebijakan publik secara utuh membutuhkan pemahaman agenda setting yang taat azas, yang partisipatif, yang senantiasa mengedepankan nilai moral, yang senantiasa mempertimbangkan tujuan-tujuan mulya seperti patuh regulasi, memprioritaskan kepentingan umum, atau bertujuan mensejahterakan masyarakat.

Agenda setting yang mengandung unsur pengkhianatan terhadap aspek moral apalagi ada kesengajaan memelintir regulasi guna memuluskan tujuan-tujuan busuk yang dikemas dengan pencitraan seolah demi kepentingan masyarakat hanya akan menghasilkan kebijakan publik yang cacat moral yang pada giliranya akan berurusan dengan hukum, ditolak masyarakat atau dikoreksi secara total oleh pihak yang berwenamg.

Terkait kebijakan mutasi yang saat ini tengah dievaluasi oleh Itjen Kemendagri, khususnya terkait keabsahan jabatan para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember dan berimplikasi pada keabsahan APBD, mari kita pahami konteksnya secara tepat sebagai kebijakan publik yang dihasilkan dari niat, pertimbangan, dan tujuan yang bertentangan dengan nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat publik, di mana semua tindakanya atau tidak bertindak sekalipun senantiasa difasilitasi oleh sumberdaya yang dibiayai dari hasil jerih payah masyarakat.

Semua fasilitas, mobil dinas, biaya operasional, Anggaran kegiatan, SDM yang selalu siap sedia, serta kewenangan dan penghormatan masyarakat luas terhadap posisi jabatan bupati merupakan sumber kearifan yang seharusnya benar-benar dimanfaatkannya untuk mengahasilkan kebijakan publik yang berkesesuaian dengan nilai moral yang telah diformalkan dalam semua regulasi yang berlaku saat ini.

Sambil ngopi santai, mari kita berdiskusi ringan, menata hati sambil memperhatikan secara seksama proses evaluasi atas mutasi yang diduga berdampak kepada ketidakabsahan jabatan dan APBD Jember tersebut.

Jangan lupa, mari kita berdoa, semoga Jember bisa lebih baik dengan kebijakan publik yang taat azas.

Muhammad Jaddin Wajad, pengelola TPQ Al-Qhofilin, Talangsasri

Pos terkait

banner 468x60