Kapten Kyai Ilyas adalah sosok pahlawan yang lahir dan dibesarkan di Desa Uranggantung, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang. Setelah menikah, ia tinggal di Dusun Galingan, Desa Boreng, Kecamatan Lumajang, bersama istrinya dan dikaruniai empat anak, tiga putra dan satu putri. Di Dusun Galingan, ia dikenal sebagai kyai yang mengajarkan ngaji kepada para pemuda setempat. Selain mengajar, sehari-hari ia bekerja sebagai petani dan membuka toko sembako. Kapten Kyai Ilyas juga dikenal sebagai pribadi dermawan, sering memberikan bahan makanan seperti beras atau jagung kepada mereka yang membutuhkan.
Nama Kapten Kyai Ilyas telah menjadi legenda di kalangan masyarakat Lumajang, khususnya sebagai pejuang kemerdekaan yang gagah berani melawan agresi Belanda dalam peristiwa Agresi Militer I di Indonesia. Meski tidak diakui sebagai Pahlawan Nasional, jasanya tetap dihormati, terutama pada momen peringatan Hari Pahlawan.
Perjuangan Melawan Agresi Militer Belanda
Tanggal 21 Juli 1947 menandai dimulainya Agresi Militer Belanda I. Sebagai seorang pemimpin santri dan patriot sejati, Kyai Ilyas membentuk pasukan Hizbullah yang beranggotakan para santri dan pemuda. Dengan semboyan
“Jemputlah surgamu di pertempuran, karena itu jalanmu untuk bertemu Sang Khalik!!!,” Kyai Ilyas memotivasi pasukannya untuk berjuang tanpa takut mati.
Pada masa awal agresi, pasukan marinir Belanda mendarat di Situbondo dan Banyuwangi, kemudian bergerak ke Bondowoso dan Probolinggo, hingga akhirnya memasuki wilayah Lumajang pada 22 Juli 1947. Belanda semakin mengintensifkan serangan, sehingga perlawanan dari para pejuang di Lumajang semakin menguat.
Kapten Kyai Ilyas memimpin pasukan Hizbullah dari markas di Dusun Galingan. Namun, keberadaan pasukannya diketahui oleh Belanda, yang kemudian menyerang dengan kekuatan besar. Pertempuran sengit terjadi di Sungai Boreng, dengan posisi pasukan Kyai Ilyas di sebelah timur sungai, sementara pasukan Belanda di barat. Karena kekuatan yang tidak seimbang, Kyai Ilyas memindahkan markasnya ke Meleman, di kawasan Yosowilangun, Jember.
Setibanya di Yosowilangun, Kapten Kyai Ilyas bergabung dengan Kompi Soekartijo untuk melakukan serangan terhadap tentara Belanda. Mereka menggunakan strategi serangan malam dengan melemparkan granat ke arah musuh yang sedang beristirahat. Pertempuran sengit tak terelakkan, hingga Belanda kembali mengirim pasukan besar untuk mengejar Kyai Ilyas.
Pertempuran Terakhir di Penanggal dan Gugurnya Kapten Kyai Ilyas
Ketika Belanda semakin intensif mengejar, Kapten Kyai Ilyas memindahkan pasukannya ke Desa Penanggal, sekitar 40 km dari posisi awal, yang ditempuh dalam waktu tiga hari. Namun, Belanda mengetahui pergerakan ini dan melancarkan serangan pada pagi hari, sehingga pertempuran hebat kembali terjadi.
Pada 9 April 1949, pertempuran terakhir terjadi di Dusun Ledok, Desa Banjarwaru. Belanda datang dengan pasukan besar, mengepung Kapten Kyai Ilyas dan pasukannya dari segala arah. Di tengah pertempuran, Kapten Kyai Ilyas mencoba merebut senjata otomatis dari tentara Belanda yang terluka, tetapi ia terkena tembakan dari segala arah. Meskipun terluka parah, ia masih sempat menyerahkan komando kepada Anas, rekannya, dengan pesan,
“Lawan terus musuh di sekitarmu!!”
Kapten Kyai Ilyas akhirnya gugur di medan perang dengan syahid. Jenazahnya segera disembunyikan dan dilindungi oleh rekan-rekannya, hingga pertempuran usai. Setelah Belanda mundur, masyarakat setempat memakamkan Kapten Kyai Ilyas di Dusun Ledok dengan upacara penghormatan yang dipimpin oleh Kyai Sudja.
Untuk mengenang jasa dan perjuangan Kapten Kyai Ilyas, Pemerintah Kabupaten Lumajang membangun monumen di Dusun Ledok, Desa Banjarwaru, tepat di tengah persawahan, pada tahun 1975. Monumen ini diresmikan oleh Bupati Lumajang, Bapak Soewandi. Monumen tersebut mengabadikan tempat pertempuran terakhir Kapten Kyai Ilyas sebagai saksi sejarah perjuangan rakyat Lumajang dalam melawan penjajahan.
Kisah perjuangan Kapten Kyai Ilyas menginspirasi masyarakat Lumajang untuk senantiasa menjaga semangat nasionalisme dan patriotisme. Sebagai pejuang yang gigih membela tanah air, ia layak menjadi teladan bagi generasi penerus.