Purnama di Jambuan 2025 Mulai Digelar 

Slametan Pambuka menandai dimulainya Purnama di Jambuan. (Sumber foto: Ikwan Setiawan)

Dibawah naungan rumpun bambu nan teduh, “Slametan Pambuka” yang menandai dimulainya even tahunan Purnama di Jambuan (Nadijambu) digelar. Puluhan warga dan panitia membaur, duduk melingkar dalam ritual sederhana beralaskan terpal. Suara gesekan daun bambu menambah syahdu suasana ritual yang berlangsung di Lingkungan Jambuan, Kelurahan Antirogo Jember, 13/05/2025.

Panitia bersama yang melibatkan Dewan Kesenian Jember (DeKaJe), Pusat Kajian Pemajuan Kebudayaan UNEJ, Lingkar Kajian Eko-Kultural dan Pemberdayaan Komunitas (NiraEntas) FIB UNEJ, dan Matatimoer Institute memang sengaja memilih lokasi papringan/barongan sebagai pusat ritual untuk memperkuat tema Nadijambu 2025 yakni “Jalan kebudayaan untuk ruang hidup.” Ritual merupakan praktik budaya yang bisa diarahkan untuk mengajak masyarakat menyadari potensi dan permasalahan dalam ruang hidup, termasuk banyaknya rumpun bambu.

Bambu merupakan kekayaan alam Jambuan yang memberikan banyak manfaat bagi warga serta melahirkan ragam kebudayaan agraris, seperti kerajinan, bangunan rumah, dan keperluan pertanian. Maka, menggelar ritual di kawasan rumpun bambu sejatinya mengingatkan warga dan semua yang hadir untuk selalu merawat dan melestarikan rumpun bambu sebagai praktik baik dalam ruang hidup Jambuan.

“Dalam Nadijambu 2025, kita secara gotong-royong akan melaksanakan banyak even dengan fokus kepada ajakan untuk terus merawat mata air dan melestarikan keunikan lingkungan hidup serta memajukan kebudayaan. Memang sangat sederhana, jauh dari glamour, tetapi kita bersama-sama akan menjadikan even ini even komunal yang terus memperkuat solidaritas dan terus menumbuhkan kesadaran ekologis masyarakat Jambuan,” tutur Eko Suwargono, Ketua Umum DeKaJe, dalam sambutannya.

Nadijambu 2025 yang berlangsung mulai pertengahan Mei hingga pertengahan Juni 2025 masih akan menggelar beberapa even yang sama dengan penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, seperti festival permainan rakyat, rokat shomber, nyambhangi shomber, diskusi budaya, dan pertunjukan seni. Adapun beberapa even baru yang akan menjadikan Nadijambu 2025 semakin berama adalah workshop kolaborasi glundengan dan musisi kontemporer, workshop tari tematik, dan workshop perlengkapan ritual.

Ikwan Setiawan, Ketua Panitia Nadijambu 2025 sekaligus Koordinator Pusakajaya UNEJ, menjelaskan bahwa penambahan beberapa workshop seni dan perlengkapan ritual bertujuan untuk melibatkan anak-anak dan kaum remaja jambuan dalam kreativitas kultural yang merespons permasalahan komunal.

“Melalui workshop tari tematik, misalnya, anak-anak Jambuan akan dilatih oleh penari profesional untuk menari dengan tema bambu. Sejak kecil kita kenalkan mereka dengan estetika tari yang untuk memahami pentingnya bambu, sehingga mereka akan terus merawatnya. Begitupula dengan melatih mereka membuat perlengkapan ritual berbahan pelepah pisang, kami berharap anak-anak bisa mencintai ritual yang bertujuan membangun harmoni dengan alam sekaligus mempertahankan ruang hidup,” papar Ikwan.

Lebih lanjut Ikwan menuturkan bahwa Nadijambu 2025 memang memprioritaskan keterlibatan anak-anak dan kaum remaja dalam rangkaian even yang disiapkan. Mereka adalah subjek yang akan melanjutkan perjuangan masyarakat Jambuan untuk mempertahankan ruang hidup yang saat ini tengah dikepung oleh banyak perumahan modern. Ketika anak-anak dan kaum remaja bisa menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas komunal melalui karya budaya, harapan untuk melanjutkan ruang hidup bersama akan terus terpelihara.

Selain “Slametan Pambuka,” pembukaan Nadijambu 2025 juga ditandai dengan kegiatan “Akasor e Buju’ Sabur,” berziarah ke makam leluhur Jambuan, yakni sepasang suami-istri, Buju’ Sabur. Ziarah yang diikuti oleh pengurus DeKaJe, tokoh agama, dan beberapa undangan dari komunitas berlangsung khidmat. Makam mereka terletak di kawasan persawahan yang sangat subur yang bisa dijangkau melalui jalan kaki di pematang sawah.

“Dengan ziarah ke Buju’ Sabur, kita mendoakan leluhur yang berperan penting dalam sejarah awal Jambuan. Jadi, kita tidak terputus dengan leluhur karena apa yang bisa kita lakoni hari ini bisa berlangsung karena ada mereka yang ‘mbabat alas’ Jambuan,” ucap Wahyu, kyai langgar di Jambuan setelah memimpin ziarah.

Dua even pembukaan Nadijambu 2025 bisa terselenggara karena dukungan warga Jambuan yang secara sukarela membantu kebutuhan ritual, seperti singkong, sayur-mayur, talas, kacang tanah, dan yang lain. Mereka mengambil dari lahan tegal atau sawah di Jambuan. Selain menghemat biaya, sumbangan hasil aneka kebutuhan ritual oleh warga menegaskan bahwa gotong-royong masih menjadi ideologi komunal yang patut terus dikembangkan. Suburnya tanah Jambuan yang memugkinkan aneka bahan pangan bisa panen tetap membutuhkan keseriusan untuk meraawat dan mempertahankannya dari rayuan para pemodal perumahan.

Partisipasi para ibu muda untuk memasak kebutuhan ritual seperti tumpeng dan menu lainnya menunjukkan bahwa warga telah memiliki ikatan dengan Nadijambu. Keterikatan ini merupakan modal sosial untuk terus mengajak warga Jambuan terlibat aktif dalam upaya strategis dan praktis untuk mempertahankan ruang hidup melalui jalan kebudayaan berwarna gotong-royong.

Pos terkait

banner 468x60