Serba Salah Guru Hari Ini, Menindak Takut Dipolisikan Dibiarkan Dikira Tak Mendidik

Menjadi guru era sekarang ibarat berdiri diatas garis tipis yang siap runtuh kapan saja. Satu langkah salah, ancaman sudah siap dari segala arah. Memang, serba salah menjadi guru hari ini. Murid ditindak, takut dipolisikan; dibiarkan, dikira tak mendidik. Bagaimana guru bisa menjalankan tugas dengan tenang kalau tiap tindakannya justru menjadi bom waktu?

Mari kita ambil contoh nyata: seorang murid membuat keributan di kelas, seenaknya sendiri, dan tidak peduli pada pelajaran. Sebagai guru yang punya tanggung jawab, tentu kita ingin mengajarkan sikap disiplin. Tapi, coba saja ditegur dengan sedikit tegas—nanti beritanya viral di media sosial, dibumbui cerita dramatis hingga jadi kisah yang mengundang simpati. Esok harinya, siap-siap saja ada orang tua yang membawa “bala bantuan” ke sekolah, atau yang lebih ekstrem, laporan ke polisi. Akhirnya, guru yang ingin mendidik harus bertemu hukum. Murid “terlindungi” atas nama hak, guru terjepit atas nama aturan.

Tapi kalau dibiarkan? Ya, para guru malah dianggap lalai. Sekolah mungkin mempertanyakan, “Dimana tanggung jawabnya?” Masyarakat pun mulai menghakimi: “Guru zaman sekarang kok nggak tegas?” Ironis, bukan? Guru yang mencoba bersikap bijak malah disudutkan karena dianggap lepas tangan. Seolah guru ini hanyalah penjaga yang diam di kelas, asal masuk dan keluar sesuai jam.

Lalu, bagaimana kalau murid kurang ajar? Andaikan guru berusaha bersabar, mencoba mendekati murid dengan pelan-pelan, hasilnya? Murid tetap merasa bebas bertindak tanpa batas. Sebaliknya, kalau guru berusaha menindak dengan keras, siap-siap saja dicap sebagai “guru yang tidak punya empati”. Serba salah. Bahkan, ada yang bilang, “Guru jangan galak-galak, dong! Kita kan sekolah ingin nyaman, bukan dipaksa.” Di satu sisi, kita diminta mendisiplinkan siswa; di sisi lain, kita diminta menjadi teman baik. Kalau begitu, apakah guru ini pendidik atau pengasuh?

Dan ketika nilai siswa menurun? Ketika mereka mulai malas, seolah semua kesalahan tertuju kepada guru. “Guru zaman sekarang kurang inovatif,” kata banyak orang. Seolah-olah keberhasilan murid sepenuhnya terletak di tangan guru, tanpa mempertimbangkan faktor lain seperti peran orang tua, lingkungan sosial, atau tanggung jawab pribadi murid itu sendiri. Maka, dalam kondisi ini, guru dipaksa jadi superman; harus sempurna, tapi jangan melampaui batas.

Diantara semua tuntutan ini, yang kerap terlupakan adalah: guru juga manusia. Guru punya keterbatasan, punya hak untuk dihormati, dan punya niat tulus mendidik tanpa intimidasi. Tapi ironisnya, profesi ini makin terjepit di tengah tuntutan yang bertabrakan dari berbagai sisi. Apa yang seharusnya menjadi tugas mulia untuk mencerdaskan bangsa berubah menjadi medan penuh jebakan.

Jadi, apakah semua ini adil bagi seorang guru? Dengan segala hormat, izinkan para guru juga punya ruang untuk melakukan tugasnya dengan tenang. Jangan sampai, karena takut disalahkan, guru-guru lebih memilih untuk lepas tangan, dan kita hanya melihat pendidikan formal sebatas ruang pengajaran tanpa pembentukan karakter. Selamat Hari Sumpah Pemuda!

Pos terkait

banner 468x60