Risalah Perempuan berkemajuan yang diproduksi pada Muktamar ke 48 di Kota Solo tahun 2022 yang lalu, menjadi wacana yang terus bergema agar dapat didengar oleh seluruh perempuan negeri ini, sehingga dengannya dapat saling mendukung perempuan yang lain. Tentu tidak mudah menghasilkan pemikiran yang cerdas dan bernas tentang perempuan berkemajuan, namun bagi Aisyiyah yang telah berusia 107 tahun, memproduksi risalah perempuan berkemajuan, itu artinya, Aisyiyah bergerak mengikuti gendang kehidupan jamannya serta memberikan kontribusi solusi atas persoalan-persoalan perempuan.
Allah SWT menciptakan manusia dengan seluruh potensi terbaik yang di plug and play kan pada dirinya, serta memberikan ruang yang luas untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sehingga manusia mampu menjadi makhluk yang berperadaban.
Dalam tulisan ini, dengan meminjam risalah perempuan berkemajuan yang memiliki spektrum yang luas tentang peran perempuan, mendefinisikan risalah perempuan berkemajuan sebagai perempuan yang berkarakter beriman dan bertakwa, taat beribadah baik ibadah khusus maupun umum, berakhlak karimah, berpikir tajdid, bersikap wasathiyah, beramaliyah salehah, dan bersikap inklusif.
Pada sisi yang lain, data inflasi negeri kita yang tercinta pada Mei 2022 tercatat 3.55%; Mei 2023 tercatat 4%, pada Tahun 2024 tercatat 3.58%. Ketika Mei 2021 kita memegang selembar uang Rp100.000 untuk membeli sebuah barang, maka di tahun 2022, harga barang tersebut seharga Rp. 103. 580; pada tahun 2023, harga barang tersebut telah naik menjadi Rp.107.724 dan pada tahun 2024 menjadi Rp. 111.780 begitulah sederhananya mengenai inflasi yoy ini.
Dengan tekanan ekonomi yang sangat tinggi seperti ini, bukan tidak mungkin, sangat berdampak pada kesehatan mental perempuan secara umum di tengah riuhnya tekanan sosial pada perempuan itu sendiri. Kondisi perempuan dari kalangan bawah, perempuan yang senantiasa berhadapan dengan tekanan ekonomi sekaligus tekanan sosial sekaligus tekanan mental, sebenarnya tidak lebih baik.
Bagaimana kita akan melakukan penguatan perempuan agar berkemajuan ditengah gempuran tekanan-tekanan seperti ini? Pada kondisi dan situasi yang tidak ideal, perempuan adalah korban pertama dari situasi yang tidak ideal tersebut, entah berbentuk bencana alam, perubahan iklim dan lingkungan, kerusuhan, perang, inflasi tinggi, nilai tukar uang melemah dll dsb kondisi makro dan mikro ekonomi, baru kemudian anak-anak setelahnya para lansia.
Kerentanan perempuan disebabkan beberapa hal, yaitu: (1) Konstruksi sosial yang membentuk nilai bahwa perempuan harus menyelamatkan keluarganya terlebih dahulu, sebelum menyelamatkan dirinya sendiri. (2) Dalam latihan-latihan penyelamatan diri, baik dari kebencanaan alam, maupun penyelamatan keluarga dari sisi ekonomi, perempuan lebih sering tidak dapat menghadirinya, karena dominasi pekerjaan domestik. (3) Nilai-nilai budaya patriarki yang menyebabkan perempuan kurang dalam olahraga fisik dan pendidikan umum non sekolah, anak laki-laki diutamakan dalam hal tersebut.
STRATEGI COPING EKONOMI DAN PEREMPUAN BERKEMAJUAN
Agar kita memiliki persepsi yang sama, penulis akan memberikan definisi tentang Coping Ekonomi. Perilaku coping dapat juga dikatakan sebagai transaksi yang dilakukan individu untuk mengatasi berbagai tuntutan (internal dan eksternal) sebagai sesuatu yang membebani dan mengganggu kelangsungan hidupnya. Strategi coping bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasa menekan, menantang, membebani dan melebihi sumberdaya (resources) yang dimiliki.
Strategi coping adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang agar dapat memiliki, menguasai, mengurangi, dan menoleransi tuntutan atau masalah atau tekanan yang dihadapi. Puspitawati (2012) membagi dua strategi coping ekonomi dengan penguatan pada ekonomi keluarga di dua titik strategi, yaitu pertama, penambahan pendapatan (generating additional income) dan kedua, pengurangan pengeluaran (cutting back expenses). Strategi koping yang dilakukan keluarga tergantung pada tingkat kemiskinan keluarga. Semakin sejahtera suatu keluarga, maka strategi coping ekonomi semakin sedikit pemakaiannya. Pada penelitian yang dilakukan para peneliti terhadap para perempuan berbagai strata ekonomi menyatakan bahwa Strategi coping ekonomi hanya dapat berjalan di sebuah keluarga, jika didukung dengan varian sumber daya yang dimiliki keluarga tersebut, salah satunya adalah modal sosial.
Modal sosial ternyata bisa membantu suatu keluarga ketika menerapkan strategi coping yang berisiko menghadapi fluktuasi pendapatan . Keluarga yang mengikuti perkumpulan dan organisasi seperti persyarikatan atau ormas keagamaan yang lain, umumnya lebih mampu untuk bertahan dan memiliki dorongan yang cukup kuat untuk dapat meningkatkan kesejahteraan. Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa semakin tinggi jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh keluarga dengan tingkat keaktifan yang cukup maka berbagai manfaat dapat dirasakan keluarga, yaitu dengan hati yang lapang, hati yang ikhlas, gemar memberi dll yang diajarkan kebaikan oleh agama, maka linier dengan pendapatan keluarga.
Keluarga dengan modal sosial tersebut diatas, umumnya memberikan peranan dan keleluasaan pada perempuan yang ada di keluarga tersebut, untuk juga turut berperan aktif memperkuat dan memperbesar modal sosial mereka. Karenanya ketika Muhammadiyah memutuskan dalam Muktamarnya untuk mengejewantahkan Islam, salah satunya dengan Perempuan berkemajuan, sejatinya persyarikatan sedang membumikan Al Quran yang juga terbukti dalam penelitian-penelitian ilmu sosial tentang peran aktif perempuan di masyarakat untuk memperkuat modal sosialnya dalam rangka meminimalisir pengaktifan strategi coping ekonomi.
Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa strategi coping ekonomi masih akan terus berkembang dan digunakan, ketika negara tidak dapat melindungi dan kurang berjuang dalam upaya mensejahterakan masyarakatnya.
Dari mana kita bisa melihat bahwa negara tidak dapat melindungi dan kurang berjuang? Beberapa diantaranya adalah dari indikasi-indikasi makro ekonomi dan dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah, apakah pro pada rakyat kecil ataukah tidak.
Keberpihakan ini wajib dilakukan oleh pemerintah, karena rakyat negeri ini sesungguhnya adalah pemegang kedaulatan negeri ini sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Menariknya adalah, kebijakan yang selama ini ada, banyak diantaranya yang bukan solusi atas permasalahan rakyat kecil, tapi justru solusi bagi para pengusaha dan pemegang roda ekonomi. Sehingga, solusi bagi mereka, pada kutub yang lain, menjadi musibah bagi rakyat kecil.
Pada titik inilah strategi coping ekonomi mulai dilakukan oleh sebagian rakyat kita. Strategi bertahan hidup.
PERAN AKTIF PEREMPUAN BERKEMAJUAN AISYIYAH
Perempuan berkemajuan dalam konteks yang lebih luas dalam nilai-nilai kerakyatan, kebangsaan dan nilai-nilai kemanusiaan, ditujukan pada perempuan yang memiliki komitmen terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, komitmen pada pelestarian lingkungan, komitmen untuk selalu melakukan penguatan keluarga sakinah, berkomitmen pada isu-isu pemberdayaan masyarakat, filantropi berkemajuan, menjadi aktor perdamaian, aktif dalam partisipasi publik, berkomitmen dalam kemandirian ekonomi, berperan aktif dalam komitmen kebangsaan dan kemanusiaan universal.
Nilai-nilai ini harusnya menjadi habituasi. Dimana dengan habituasi ini dapat menjadi teladan pada banyak perempuan yang lain, sehingga para perempuan tersebut memegang nilai-nilai berkemajuan diatas sebagai sebuah komitmen diri. Komitmen diri sebagai seorang Hamba di hadapan Tuhan-Nya dengan memegang modal sosial dalam berinteraksi dan berkegiatan sebagai mahluk sosial.
Menelurkan nilai-nilai saja tidak cukup, Perempuan berkemajuan (baca: Aisyiyah) harus memiliki komitmen yang tinggi dalam hal keberpihakan pada kelompok marginal dan pada kelompok rentan. Keberpihakan yang kuat, salah satunya adalah berbentuk output kebijakan dan kepastian hukum, bahwa negara hadir untuk bersama-sama menghadapi tantangan-tantangan di depan serta menjadi pelindung bagi kaum papa.
Inilah pentingnya bagi Aisyiyah untuk senantiasa bersinergi dan berkolaborasi dengan stakeholders pembuat kebijakan, sehingga terlibat aktif sejak perencanaan, produksi rancangan-rancangan kebijakan hingga pada pengawalan rancangan kebijakan mulai di eksekutif hingga di meja legislatif.
Bergerak secara aktif di ranah hulu hingga hilir, rasanya tidak terlalu sulit bagi Aisyiyah yang sudah berusia 107 tahun di tahun 2024. Kontribusi Aisyiyah terlihat dan terpampang nyata di tataran hilir dengan senantiasa memperkuat serta memperbanyak kader untuk bisa dan turut serta secara aktif untuk berada di sisi hulu, melindungi kelompok rentan (dalam hal ini, perempuan dan anak). Memandirikan kelompok rentan, bukan berarti Aisyiyah menjadikan mereka sebagai kelompok yang pasif. Aisyiyah tidak pernah memiliki pengalaman seperti itu. Jam tebang yang tinggi dalam pemberdayaan dan pendampingan menjadi poin tertinggi dari kader-kader Aisyiyah di seluruh penjuru bumi Nusantara.
Mari kita menebarkan perempuan berkemajuan di seluruh persada Nusantara, sehingga saudara-saudara kita, para perempuan yang kurang beruntung, dapat menggenggam modal sosial ini sebagai salah satu cara melakukan coping ekonomi.