Agama Bumi (Bagian 3) 

Memilih agama merupakan kebebasan bagi orang yang meyakininya. Namun perlu ditandaskan juga bahwa jangan sampai kita memilih agama yang mengajarkan melawan kodrat kita sendiri sebagai manusia. Hidup hanya sekali, dan beragama akan dibawa sampai mati. Perlu kehatia-hatian untuk menentukan agama apa yang akan dijadikan pedoman hidup kita. Kalau memang agama yang diwarisi oleh lingkungan secara turun-temurun kenapa harus ragu dan takut untuk mencari agama yang lebih benar?

 

Agama yang “benar” harus memuat kriteria sebagai berikut;

Pertama, agama itu harus masuk akal, logis, rasional, ilmiah, dan tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Agama itu harus memiliki hujjah atau argumentasi yang kuat dari seluruh ajarannya. Seluruh kandungan nilai-nilai dan aturan agama tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan di “mahkamah akal”. Sebagai contoh, akal tidak akan menerima jika ada agama yang mengajarkan untuk mengabdi kepada “banyak Tuhan”. Akal segera bangkit untuk mempertanyakan bagaimana mungkin ada dua atau lebih kepemimpinan dalam mengatur semesta alam ini? Akal juga akan segera menentang dengan keras jika ada agama yang menawarkan untuk mengabdi kepada Tuhan yang telah menitis menjadi sosok manusia. Atau akal segera menjawab bahwa tidak layak jika ada agama yang mengajarkan untuk berpuasa terus menerus selama tujuh hari, misalnya, dan mengajarkan untuk tidak menikah dengan lawan jenisnya dengan alasan tertentu sementara ia normal sebagai manusia.

 

Kedua, agama itu harus senantiasa bisa menyucikan tujuan penganutnya baik pribadi maupun sosial. Jangan sampai kita memilih agama yang tidak ada aturan “larangan”, sebagai contoh, tidak ada larangan berzina, minum-minuman yang memabukkan, mencuri, menikahi ayah atau ibu kita sendiri, dan lain sebagainya. Segera tinggalkanlah jika agama tersebut mengajarkan untuk membunuh sesama sebagai persembahan dalam acara-acara keagamaan, atau membunuh sesama karena alasan melawan agama, dianggap sesat, dan bahkan dianggap kafir. Menyucikan tujuan berarti juga bahwa agama tersebut harus mengajarkan prilaku dan tindakan untik tujuan-tujuan kebenaran dan keadilan.

 

Ketiga, ajaran agama itu harus bisa menepis gagasan tidak berguna bagi penganutnya. Sebagai contoh, karena belum jelas konsep kepemimpinan dalam ajran agama tersebut maka akan ada peluang untuk mempertanyakan kepemimpinan dalam agamanya. Ajaran agama tetangga sebelah yang “dianggap salah” saja memiliki konsep kepemimpinan universal di bumi ini. Artinya, ada pemimpin universal (bukan sektarian) dalam ajaran tersebut yang bisa dijadikan rujukan secara menyeluruh bagi pemeluknya yang mengatur masalah hukum, ekonomi, pendidikan, perang, dll. Dan, karena tidak ada konsep kepemimpina universal dalam ajaran agamanya lantas muncul ide-ide untuk membangun kekuatan baru dan menggeser ajaran yang sudah ada dengan beramai-ramai mengangkat pemimpin dengan tidak mengindahkan atau bahkan melawan nilai-nilai luhur lainnya yang selama ini “dianggap benar”.

 

Keempat, ajaran agama itu harus bisa membangun spirit atau semangat bagi pemeluknya. Jangan sampai kita memilih agama yang membuat kita pesimis, apatis, lelah, galau, khawatir, dan ragu menghadapi kehidupan ini. Sebagai contoh jika ada problematika kehidupan yang dihadapi pemeluknya, maka di dalam ajaran tersebut harus ada solusi untuk menghadapinya. Bukan sebaliknya, malah membuat pemeluknya pasrah saja dan membiarkan dirinya terombang-ambing dalam problematika yang dihadapi. Jangan sampai konsep determinisme, misalnya, yang ada di dalam ajaran agama itu membuat pemeluknya tidak memiliki sikap optimistis dan bahkan melumpuhkan kreativitas dalam membangun peradaban dunia ini.

 

Kelima, ajaran agama itu harus bisa membangun sikap tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya. Agama yang selaras dengan tujuan hidup manusia pasti akan membuat pemeluknya gelisah melihat kezaliman yang berada di sekitarnya. Segera merespon dengan cepat kebodohan, kemiskinan, kelaparan, radikalisme, kediktatoran, kemaksiatan, dll, yang melanda daerah sekitarnya. Tanggung jawab personal maupun tanggung jawab keumatan merupakan bentuk kepedulian ajaran tersebut terhadap manusia dan alam dunia ini.

 

Sebagai tambahan, ajaran yang selaras dengan tujuan hidup manusia harus mencerminkan sesuatu yang ideal bagi tatanan dunia ini. Dan untuk mengarah kesana, maka dalam ajaran tersebut, tidak bisa tidak, harus memiliki konsep kepemimpinan yang jelas. Fungsi kepemimpinan salah satunya adalah ia memiliki otoritas untuk menjelaskan dan menerjemahkan dengan benar dan arif nilai-nilai dan aturan di dalam ajaran tersebut.

 

Manusia yang saat itu mempunyai kesempatan hidup sezaman dengan utusan Tuhan baik nabi maupun rasul mungkin sangat mudah untuk bertemu langsung dan bertanya kepada utusan Tuhan tersebut sebagai sumber pengetahuan ajaran agamanya. Tapi bagaimana dengan manusia saat ini yang hidup jauh dari masa kenabian dan kerasulan? Siapa manusia yang memiliki otoritas mutlak untuk menjelaskan dan memutuskan hukum-hukum Tuhan yang berlaku untuk umat manusia di muka bumi ini? Sebab kalau tidak ada konsepsi dan bentuk kepemimpinan, maka ia akan memberi peluang bagi semua penganut ajaran tersebut untuk menafsirkan ajaran orisinil dari Tuhan yang disampaikan oleh nabi dan rasulnya. Artinya, akan ada kemungkinan terjadi penambahan, penggubahan, distorsi, bias, penggelapan, penyelewengan, pembelokan, tereduksi, dan pengurangan nilai-nilai ajaran yang telah diturunkan. Apabila agama itu memiliki al kitab, maka pasti akan ada perubahan isi ajaran al kitab sesuai dengan keinginan dan selera umat yang memeluknya. Dan ini absurd, jika agama yang demikian itu dikategorikan sebagai agama suci.

 

Maka dari itu, satu-satunya alat ukur yang harus digunakan untuk menilai, menimbang, mengkaji, dan memutuskan apakah ajaran ini atau ajaran itu sudah selaras dengan tujuan hidup manusia dan bisa dijadikan pedoman hidup adalah kekuatan logika manusia itu sendiri. Jadi, manakala ada satu saja aturan dari seluruh ajaran itu yang tidak rasional, maka harus diputuskan bahwa ajaran itu tidak layak dijadikan sebagai pedoman hidup manusia.

 

Pos terkait

banner 468x60