Gen Z dan generasi milineal adalah penentu dalam Pemilu 2024. Menurut data KPU, jumlah pemilih milineal sebanyak 66,8 juta orang (38,60%), sedangkan gen Z sebanyak 46,8 juta orang (22,85%). Maka, kedua generasi inilah yang akan menentukan wajah politik Indonesia melalui keterlibatan dalam mereka selama proses Pemilu.
Tidak mengherankan kalau bermacam strategi dilakukan oleh partai politik dan tim kampanye capres-cawapres untuk bisa menggaet hati gen Z. Bermacam gimmick dan konten kreatif disebarluaskan karena sesuai dengan karakteristik gen Z yang mayoritas menyukai dan mendapatkan informasi dari media sosial.
Di lain pihak, muncul wacana yang mengkhawatirkan keengganan kaum muda untuk terlibat dalam proses Pemilu karena bermacam masalah yang melibatkan elit politik, dari korupsi, kolusi, dan nepotisme hingga proses terjadinya politik dinasti. Maka, perlu upaya serius untuk memaksimalkan keterlibatan aktif gen Z dalam Pemilu 2024 sehingga hak pilih mereka tidak sekedar menjadi angka.
Alasan itulah yang membuat saya bahagia ketika diundang mahasiswa dari kelas Hukum Tata Negara dan Pendidikan Pancasila di Universitas Jember untuk menjadi narasumber dalam sarasehan bertajuk “Pendidikan Politik: Peran dan Harapan Generasi Muda Menuju Pesta Demokrasi”, 16/12/23. Sarasehan yang dilaksanakan di Gedung Soedjarwo UNEJ ini dihadiri 200 peserta serta menghadirkan perwakilan mahasiswa dari kelas masing-masing yang menyampaikan pandangan dan harapan mereka terkait Pemilu 2024.
Dalam sarasehan ini juga menghadirkan tiga narasumber lain, yakni Dr. Eko Suwargono, M.Hum., pengajar di Fakultas Ilmu Budaya dan Drs. Eddy Mulyono, M.H. pengajar Fakultas Hukum UNEJ, serta Hari Putri Lestari, S.H., M.H., anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.
Para perwakilan mahasiswa, secara bergantian, dengan berapi-api mengajak kaum muda untuk tidak golput karena bisa memunculkan tindakan-tindakan jahat dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan suara mereka. Apalagi satu suara sangat bermakna bagi perjuangan demokrasi. Mereka meyakini bahwa 46 juta lebih suara gen Z sangat menentukan karena bisa berkontribusi terhadap upaya perbaikan di Republik ini.
Tidak lupa perwakilan mahasiswa secara tegas mengajak para mahasiswa menjadi pemilih cerdas dengan memahami visi-misi dan program capres dan cawapres serta caleg. Bukan saatnya lagi kaum muda percaya kepada janji manis, slogan, dan gimmick tanpa mengetahui rekam jejak para calon karena bisa menyesatkan.
Untuk itu kaum muda perlu memiliki ketegasan sikap politik kaum muda agar hasil Pemilu bisa memberikan dampak nyata bagi bermacam permasalahan bangsa dan negara, dari penegakan hukum, kesejahteraan masyarakat, hingga krisis lingkungan. Pilihan kaum muda untuk tidak golput akan sangat menentukan bagi keberlanjutan Indonesia.
Menanggapi paparan para mahasiswa, semua narasumber menyatakan rasa bahagia dan bangga karena kaum muda berani menegaskan sikap politik dan kontribusi mereka dalam proses Pemilu 2024. Ketegasan tersebut merupakan angin segar bagi proses demokrasi dan politik yang lebih luas.
Menurut Hari Putri Lestari, para mahasiswa dan masyarakat harus menyadari bahwa warga negara dari bangun hingga mau tidur selalu terhubung dengan politik. Beragam kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah bersama legislatif akan mempengaruhi kehidupan kaum muda dan rakyat Indonesia. Jadi, meskipun banyak elit politik yang melakukan tindakan tidak terpuji, kaum muda tidak boleh pesimis. Lebih dari itu, kaum muda bisa menentukan arah politik Indonesia yang menghadirkan kebaikan dengan berpartisipasi dalam proses demokrasi.
Meskipun demikian, untuk cerdas dalam proses politik, kaum muda sudah semestinya memiliki kesadaran historis agar bisa memilih calon pemimpin yang benar-benar bisa membawa aspirasi bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
Eko Suwargono menjelaskan bahwa tantangan kaum muda hari ini tentu berbeda dengan era pergerakan nasional, era Sukarno, era Orde Baru, dan era Reformasi 1998 yang menghadapkan gerakan pro-demokrasi dengan kekuatan otoriter negara. Agar tidak terjebak ke dalam proses pemilu yang semata-mata prosedural, para mahasiswa harus menelusuri pihak-pihak yang menorehkan catatan hitam seperti terlibat pelangaran HAM berat dan upaya pelemahan demokrasi substansial di Republik ini.
Lebih lanjut Eko mengatakan bahwa kehidupan demokrasi pasca Reformasi sudah lebih baik dari era Orde Baru yang melakukan pendekatan keamanan dalam memberangus gagasan partisipasi sipil. Kaum muda harus memanfaatkan kondisi ini untuk memastikan bahwa gerak demokrasi tidak dikendalikan oleh oknum-oknum yang membajaknya demi kepentingan kelompok tertentu, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Kalau itu yang terjadi, maka demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan pembusukan.
Maka dari itu, Eddy Mulyono menegaskan bahwa gen Z membutuhkan pendidikan politik yang menarik dan mencerahkan agar mereka mau terlibat aktif dalam Pemilu 2024. Dalam sistem demokrasi, pendidikan politik seharusnya menjadi tanggung jawab partai politik. Sayangnya, partai politik di Indonesia masih belum serius menjalankan pendidikan politik bagi publik, khususnya kaum muda. Jadi, kesannya kaum muda tidak melek politik, padahal dari berbagai riset, mereka memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan politik. Maka, mahasiswa dan universitas bisa mengambil peran pendidikan politik demi menyelamatkan dan menyuburkan kehidupan demokrasi demi kesejahteraan rakyat.
Bagi saya, gen Z adalah game changer, pengubah dan penentu proses politik dan demokrasi dalam pemilu 2024. Namun, untuk mewujudkannya dan tidak hanya menjadi penggembira, gen Z harus melakukan tindakan politik yang mengedepankan pertimbangan rasional, memahami dan mengkritisi visi-misi, program, dan rekam jejak pihak-pihak yang berkontestasi dalam Pemilu 2024. Berbagai masalah akut membutuhkan keterlibata gen Z yang ditujukan bukan hanya untuk diri mereka tetapi untuk keberlanjutan bangsa, negara, dan dunia.
Gen Z dengan karakteristik digital native, memang dijadikan sasaran politik gimmick yang meminggirkan kedalaman pikir. Ini yang harus dilawan dengan politik akal sehat. Artinya, gen Z bisa berpartisipasi aktif dalam proses politik dengan mengedepankan literasi dan keberpihakan terhadap isu-isu anti KKN, kesejahteraan, lingkungan, dan permasalahan kaum muda, dan yang lain. Mereka bisa mengajak keluarga dan circle terdekat untuk bergerak bersama dalam tindakan politik rasional. Mereka juga bisa memaksimalkan media sosial untuk melakukan pendidikan politik melalui konten yang menarik sekaligus mendidik.
Dengan gerakan politik rasional gen Z bisa berkontribusi secara signifikan untuk memilih calon pemimpin yang tegas berpihak kepada kepentingan rakyat dan kaum muda serta tidak melakukan pelanggaran HAM berat. Bukan berpihak kepada calon karena fanatisme berlebihan, tanpa memperhatikan kejelasan visi-misi dan program.
Komitmen untuk terlibat dalam proses politik yang kritis dan konstruktif, baik secara diskursif maupun praksis, berdasarkan literasi yang jelas akan menjadikan gen Z benar-benar menjadi game changer yang mampu menghadirkan keberdayaan politik. Dengan tindakan politik demikian, Gen Z menjadi teladan untuk diri mereka sendiri ketika masih minim keteladanan dalam menjunjung tinggi substansi dan etika demokrasi di Republik ini.
Apa yang membuat hati yang saya sangat senang adalah pada bagian akhir sarasehan semua mahasiswa dan narasumber mengepalkan tangan bersama-sama sebagai simbol komitmen untuk terlibat aktif dalam menyukseskan pemilu 2024 dan proses-proses demokrasi lainnya dengan mengedepankan nalar kritis terkait visi-misi, program, dan rekam jejak para kontestan.