Kabupaten Panarukan, Nama Besar yang Terlupakan

Panarukan, sebuah nama daerah kecil di sebelah barat sudut kota Situbondo, Jawa Timur. Hiruk pikuk manusia masih berbondong-bondong aktivitas disana hingga sekarang. Memancing, melelang ikan, berlabuh dan menepikan kapal menjadi pemandangan yang menawan. Tetapi yang terlihat sekarang hanyalah sebagian kecil kejayaan panarukan dimasa silam.

Ingatanku masih membekas sebagaimana Raden Ngabehi bercerita tentan Panarukan. Dahulu kala Panarukan menjadi sentra berlabuh setiap bangsa, baik dari luar maupun dalam negeri. Portugis misalnya, mereka menimbun barang dagangannya seperti lada, cengkeh di Panarukan untuk dibawa ke Maluku. Bahkan Portugis juga membangun asrama, gereja, hingga benteng di kota kecil itu. Kota yang digunakan sebagi tempat menaruh lama kelamaan tersebutlah Penarukan atau akrab sebutan Panarukan.

Jauh sebelum Portugis singgah, sebenarnya Panarukan sudah tenar sejak zaman Mataram. Dimana keagungan pelabuhan syahbandar yang besar menjadi sentra perdagangan sejak zaman Mataram, VOC, dan sampai Hindia Belanda melenggang. Aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri terjadi di pelabuhan tersebut, hingga Panarukan menjadi kota yang besar.

Berkembangnya Panarukan, menjadi daya tarik Pemerintah kolonial untuk memberikan keleluasaan untuk menata daerah sendiri. Panarukan yang awalnya hanya sebuah Afdeeling berubah menjadi sebuah kabupaten dengan Ibukota Situbondo, sekitar tahun 1850. Wilayahnya dari pantai timur laut Jawa membentang ke timur hingga Kalitikus, ke arah selatan hingga Prajekan dan ke tenggara sampai Gedongdawa. Keterangan ini yang sering terdengar dari Retno Winarmi dalam beberapa gubahan karya ilmiahnya.

Raden Tumenggung Ario Sastromijoyo atau nama kecilnya Kanjeng Pandu adalah orang yang dipercaya memimpin Panarukan saat itu. Raden Sastroamijoyo diangkat melalui surat keputusan tanggal 7 Oktober 1850 no.9.

Kantor Pos Kabupaten Panarukan tahun 1930. (Sumber foto : Istimewa)

 

 

 

 

 

Seorang Ondernemerd terkemuka di kawasan Besuki yakni George Birnie pada tahun 1886 mendirikan pelabuhan Panarukan dengan nama Maactschappij Panaroekan. Selanjutnya, Panarukan berkembang menjadi kota syahbandar yang sangat pesat. Didukung akses jalan strategis Anyer-Panarukan, akses jalur kereta api, dan pelabuhan menjadi ciri khas perkembangan kota ini.

Pelabuhan terus berkembang saat daerah Jember dan Bondowoso dijadikan sebagai sentra area penanaman Cash Crop Production, khususya tanaman tembakau, kopi, tebu dan hasil perkebunan lainnya. Panarukan menjadi tempat perdagangan hasil perkebunan di seluruh Keresidenan Besuki. Kopi, tebu/gula, dan kakao dari Jember, dan Bondowoso bermuara di Panarukan untuk selanjutnya dijual ke pulau lain bahkan Ekspor ke mancanegara. Sebanyak 11 buah pabrik Gula, yang memasok barang mereka ke Pelabuhan panarukan diantaranya PG Demas, PG Asembagus, PG Panji, PG Olean, PG Buduan, PG Soekowidi, PG Prajekan, Tangarang, PG Wringin Anom, PG Semboro, dan PG Gunung Sari. Kejayaan ini memberikan keuntugan yang besar kepada Pemerintah Kolonial.

Kebesaran Panarukan ternyata hanya sampai pada masa awal Kemerdekaan. Kondisi politik yang tidak stabil, dan perubahan sistem menjadi salah satu penyebab kemunduran Panarukan. Namun, pelabuhan tetap beroperasi untuk bongkar muat barang dan berlangsung hingga sekitar 1960-an.

Kabupaten Panarukan dan Pelabuhan Panarukan adalah dua elemen yang tak terpisahkan. Sehingga keduanya saling memberi dampak. Selanjutnya Pelabuhan Panarukan memasuki masa-masa berat. Pengelolaan yang buruk menjadi penyebab utama. Misalnya pemerintah hanya mementingkan keuntungan saja tanpa melakukan perbaikan fasilitas, seperti pengerukan sekitar pantai untuk tempat berlabuh kapal. Kemeresoton ini menjadikan pelabuhan semakin terpuruk.

Pelabuhan yang mati menjadikan eksistensi Panarukan sebagai Kabupaten menjadi menurun drastis. Kebesaran dimasa silam hanya menjadi sejarah yang terlewat. Hingga muncullah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan Pemerintah Republik Indonesia Daerah Kabupaten Panarukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1972 Nomor 38). Kabupaten Panarukan berubah nama menjadi Kabupaten Situbondo. Seiring berjalan waktu nama besar Panarukan terlupakan, kalaupun hidup hanya pada sebagian kecil masyarakat yang semakin hilang tergerus usia.

Pos terkait

banner 468x60