Kar Membakar Kinang

Tetapi, kenapa sudah tujuh bulan janin itu baru ingin dilenyapkan?
Kenapa tidak saat satu minggu. Satu bulan. Atau seharusnya jangan pernah berhubungan (saja).

Seperti tahu isi kepala orang, laki-laki itu menjawab segala keraguan Kar.

Laki-laki itu mengaku bekerja sebagai TNI, konon ia ditugaskan di luar negeri. Di tengah-tengah negara yang terjadi konflik. Ia tidak bisa seenaknya untuk pulang. Bahkan, menjanjikan pulang kapan kepada anak dan istrinya pun tidak bisa. Ia sudah menyerahkan tubuhnya untuk negara. Baru kedua, keluarga. Delapan bulan lalu ia pulang, ia tidak menyangka kalau kepulangannya membuat istrinya bunting. Hari ini ia mendapat dispensasi selama dua belas jam, untuk pulang ke rumah mengambil dokumen penting.

Sepasang suami istri itu sudah menikah selama dua puluh tahun. Mereka mempunyai tiga anak. Dua laki-laki dan satu perempuan. Kelahiran mereka mempunyai nasib sama. Ketiganya dilahirkan di rumah sakit ternama. Tetapi, memang ada suatu hal yang janggal. Membuat iba Kar. Ketiganya tidak mendengar suara azan dari bapaknya. Begitu menyedihkan.

“Kalau janin itu lahir. Juga akan bernasib sama dengan ketiga anak saya, Mbah…”

“Janin itu dipastikan akan membawa petaka. Lantaran ibu saya sudah memberi petuah. Dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Cukup seorang anak perempuan yang tidak mendapat suara azan dari ayahnya,” perempuan itu angkat bicara.

Mata perempuan bunting itu berair. Kar merasa kasihan. Tetapi, menurut Kar, membunuh janin tetaplah sebuah kejahatan. Sekalipun, alasan mereka menyoal azan. Kar tetap teguh dalam pendiriannya. Ia menolak dengan gelengan. Hampir sepuluh kali sepasang suami istri itu mendesak. Memohon. Sampai laki-laki itu bersimpuh di kaki Kar. Tetapi, jawaban Kar tetap sama, bukan sebuah kata, hanya gelengan kepala.

Tidak ada satu huruf pun keluar dari mulut Kar. Ia malah mengambil kinang di meja dan segera dikunyah. Suasana sepi. Hanya timbul suara dari kunyahan kinang di mulut Kar. Mereka sudah putus asa. Merasa diabaikan, mereka pulang. Barangkali dengan memberi waktu, bisa membuat Kar berubah pikiran, pikir mereka. Dan, mereka berjanji akan kembali.

Setelah mereka keluar dari rumah Kar, buru-buru ia menutup pintu. Lalu kembali ke kamar, berbaring di dipan. Meja samping dipan sudah penuh dengan kinang. Ada yang masih basah dan sudah kering. Kinang yang mengering seringkali dibakar oleh Kar. Asap yang timbul sangat disukai Kar. Bahkan, ada saja saban hari kinang yang dibakar oleh Kar.

Sayur pace lembayung pait rasane, rama… Mangsa borong mangsa borong
Mangsa borong kulo ndherek sak kersane Eling-eling sapa eling baliya maning

Kar lupa kalau tape recodernya belum dimatikan. Lalu jari telunjuknya memencet tombol berwarna merah. Soal warna Kar tajam ingatannya. Setelah mematikan tape recorder, ia menarik jarik untuk dijadikan selimut. Kar baru merasa tidur beberapa menit, sudah ada tamu yang mengetuk pintu. Dilihatnya jam dinding di kamar, sudah pukul enam pagi.

Pos terkait

banner 468x60