Mengenal Sosok Guru “Bu Toet” Zaman Kolonial: Murid Jawa Cerdas, Belanda Pendiam, Thionghoa Cerdas dan Disiplin

Menjadi guru dengan latar pendidikan Belanda Kweek School, di tahun 50an adalah sebuah kehormatan dan status sosial. Begitu juga bagi Ibu Baratut Takiyah putri saudagar dan tuan tanah KH. Abdus Syukur.

Menurut Ibu Tut panggilan kesayangan para murid, mendidik murid dengan latar belakang yang berbeda bukan soal mudah.

“Dulu muridnya ada yang sinyo Belanda 3 orang, Tionghoa dan Jawa. Satu kelas 25 murid,” sambil mengingat waktu yang berlalu sudah lebih seabad. Sekolah Dasar di Kota Bondowoso, namanya sudah lupa.” ujar Bu Tut.

“Saat mengajar dulu murid Jawa Cerdas cerdas, Kalau Sinyo Belanda Pendiam tapi penurut dan disiplin. Beda yang Thionghoa, selain rajin juga cerdas,” papar Bu Tut.

Hukuman paling ampuh untuk murid dulu di strap suruh berdiri di pojok kelas. Hukuman ini paling ampuh dan paling di takuti.

Bu Toet yang telah berusia 87 tahun. (Sumber Foto : Dokumentasi Askabul Mukminin)

“Tidak ada jewer, atau memukul fisik, paling di suruh nulis halus berlembar lembar. Misalnya: saya salah saya minta maaf dan saya kapok.” ujar Bu Tut.

Saat ini Bu Tut telah berusia 87 tahun. Tinggal di rumah kolonial yang besar, eksotik dengan halaman yang luas. Kedisiplinannya masih tersisa. Dalam hal makan nyaris semua tanpa goreng. Semua serba kukus dan sudah berpantang daging.

Saat ditanya tentang beda murid dulu dengan sekarang.

“Murid sekarang lebih cerdas tapi minim Budi pekerti. Mungkin perlu di hidupkan kembali… pendidikan Budi Pekerti.” ujar Bu Tut menutup pembicaraan.

Pos terkait

banner 468x60