SKEMA (Sketsa Masyarakat)
Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan
Kata “tabola-bale” kian menggelitik telinga masyarakat dalam empat bulan terakhir. Sebelum lebaran 2025, kata ini hanya akrab bagi masyarakat Indonesia Timur. Terjemahan dalam bahasa Indonesianya adalah ‘terbolak-balik’, sebuah kata ulang dwilingga salin suara (berubah bunyi) dengan tambahan imbuhan ‘ter-‘. Contoh lain kata ulang jenis ini adalah ‘lauk-pauk’, ‘gerak-gerik’, ‘cerai-berai’, ‘ramah-tamah’.
Setelah lebaran, melalui lagu tabola-bale yang syairnya mengoplos bahasa sehari-hari warga Indonesia Timur dan bahasa Minangkabau, para bocil bertelanjang kaki di pantai-pantai Maluku hingga emak-emak di ruang gim kota kini semakin mahir mengiringi lagu itu dengan gerakan badan dan kaki selincah zumba.
Tak heran jika dalam empat bulan video musik resmi Tabole-Bale di YouTube sudah ditonton lebih dari 50 juta kali. Belum termasuk di pelbagai platform media sosial lainnya.
Kisah lagunya sederhana: seorang “kaka” (cowok) kaget melihat seorang “ade” (cewek) yang sudah lama tak dilihatnya karena merantau ke Jawa, tetiba kembali melintas di depan rumah. Dulu masih kici-kici (kecil), sekarang ‘ kok perfect sekali seperti bidadari jatuh dari langit’.
Ebiet G. Ade pernah mengangkat tema serupa melalui “Nyanyian Pendek Buat Anak Manis Berambut Panjang” (1980) dengan gaya balada romantis yang santun (“salahkah bila aku jatuh cinta?”). Sementara Tabola-Bale justru penuh humor meski mengangkat sketsa sosial yang kental tentang stereotipe etnis.
Bagi Anda yang belum pernah atau menonton video musiknya, bayangkanlah ini.
Sang kaka (dinyanyikan bukan oleh satu melainkan tiga penyanyi/rapper NTT yakni Siprianus Bhuka a.k.a. Silet Open Up, Jacson Zeran, dan Juan Reza), adalah cowok Kristen berkalung salib (seperti penampilan Juan), sedangkan ade–bernama Maimuna dalam syair–adalah gadis muslimah berhijab (dinyanyikan penyanyi Minang Diva Aurel).
Sebenarnya mereka saling suka. Hanya saja sang ade takut melihat kaka suka mabuk-mabukan (“dek hanyo takuik mancaliak uda acok mabuak-mabuakan … raso-raso ko ado tapi denai diamkan”).
Mengetahui kekhawatiran itu kaka menjawab bahwa kalau mereka jadian, dia akan stop mabuk-mabukan (“Kalau jadi deng ade, kaka stop bamabo to”).
Apakah mereka akhirnya menjadi sepasang kekasih? Tak ada kejelasan sampai akhir lagu. Namun hal itu memang tak penting. Sebab, suasana yang ingin digambarkan adalah bagaimana suasana hati sang kaka yang “… tabola-bale lia ade nona e…kaka hati susah e…tidur malam bola-bale…aduh, Tuhan, ampun e.”
Tabola-bale adalah satu dari sekian lagu yang belakangan ini muncul dengan label ‘Minang Timur’, menjadi candu baru para penyuka pop daerah
* Tanggapan untuk tulisan ini juga bisa dikirimkan melalui e-mail: akmal.n.basral@gmail.com