Gerombolan bandit yang menguasai Jakarta, ternyata tak hanya fenomena yang terjadi kini. Antara 1945-1949, gerombolan bandit yang terdiri dari para penjahat kecil-kecilan, juragan buruh di perkampungan kumuh dan perkebunan-perkebunan feodal pinggiran Jakarta, memiliki peran kekuasaan sosial yang besar.
Mereka adalah jagoan-jagoan yang menguasai wilayah-wilayah di Jakarta dan daerah sekitarnya. Nama-nama lokal dan berbau jagoan yang terkenal kala itu, seperti: Darip, Eman, Macan, Bubar, Ribut, Gembel, Belah, atau Kaerun.
Mereka membagi wilayah Jakarta dan daerah sekitarnya dalam tanah-tanah perdikan atau wilayah kekuasaan yang merdeka. Mereka bebas menarik upeti para pedagang yang lewat atau merampok orang-orang kaya dan pejabat-pejabat penjilat.
Darip, misalnya, menguasai wilayah Jakarta Timur, Klender hingga Jatinegara. Kemudian Eman, yang menguasai wilayah Jakarta Utara. Ada nama Macan yang menguasai wilayah di tenggara Jakarta. Bantir yang menguasai wilayah timur Bekasi dari Tambun hingga Karawang). Atau Kaerun yang menguasai wilayah selatan Jakarta, mulai Curug hingga Tangerang.
Kekuasaan para bandit tersebut menjadi amat kuat terutama saat Jepang mengalami kekalahan dari sekutu dalam Perang Dunia II, pada Agustus 1945 hingga gejolak revolusi perang kemerdekaan pada akhir 1940-an. Dalam rentang waktu itu, pemerintah resmi (baik transisi Jepang, Sekutu, maupun Republik Indonesia awal) tidak dapat mengontrol sepenuhnya wilayah-wilayah yang rawan, termasuk di Jakarta dan daerah sekitarnya.
Kondisi itulah yang dimanfaatkan oleh para bandit, bahkan pada sebagiannya, untuk mengambil alih kekuasaan politik yang resmi. Seperti di Tangerang oleh Kaerun, atau kekuasaan administrasi lokal di Bekasi oleh bandit lokal terkenal, Nata.
Tapi, yang menarik, dalam fenomena para bandit Jakarta pada masa-masa revolusi kemerdekaan tersebut, muncul juga kesadaran nasionalisme. Terutama ketika terjadi perjumpaan antara mereka dengan tokoh-tokoh kalangan nasionalis muda revolusioner yang menginginkan pencapaian kemerdekaan Republik dengan strategi non-kompromi.
Pada sisi itulah, bandit-bandit Jakarta yang nasionalis bersatu padu dengan kaum revolusioner, membentuk laskar-laskar rakyat dan memperjuangkan Republik. Meski masih terdapat juga kaum oportunis di antara para bandit tersebut. Hingga, kekuasaan para bandit Jakarta ini berhasil dihancurkan oleh tentara Republik pada akhir 1940-an.
Rabu buku. Menyelusur kajian Robert Cribb, Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949.