Seperti induk burung, tak pernah
kesasar jalan menuju sarang,
sewaktu sayup ia dengar
cericit piyik-piyiknya
memanggil dari
kejauhan
Ia dengar panggilan bahkan dari
angkasa terjauh yang akhirnya
susah payah genap
kau tempuh
Seperti induk burung itu, engkau
pulang ke rumah tepat ketika
kerinduanku berada pada
puncaknya
Dan anak-anak sudah tak tahan
mendengar dongenganmu
lagi, menjelang mata
mereka pejam
di ujung
malam
Demikianlah, tiap pagi dan senja
hari, akan kudengar lagi
nyanyian serupa ini:
“Kopi kuseduh di cangkir keramik.
Ubi gorengnya kupacak di piring
antik, dan terpenting, cintaku
setiap waktu tersaji
di cawan abadi”
Tentang Rumah
