Bisakah Pembelajaran Daring di Lanjut? Analisis Persepsi Mahasiswa Mengenai Pembelajaran Daring

  • Whatsapp

Polemik global yang sampai saat ini belum diselesaikan adalah pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 yang merupakan sejenis virus berbahaya. Karena tergolong sebagai penyakit menular, hampir seluruh negeri di penjuru dunia memiliki kasus Covid-19. Kasus Covid-19 pertama kali terjadi di Wuhan, China, yang kemudian menyebar ke berbagai negara. Awalnya, kasus ini terjadi pada bulan Desember 2019 sampai tulisan ini ditulis, kasus Covid-19 belum bisa diatasi. Menurut data yang ditunjukkan oleh World Health Organization (WHO), terdapat 175.185.477 kasus yang terjadi secara global. Dari seluruh kasus ini, 3.777.348 orang yang terinfeksi Covid-19 meninggal dunia (https://covid19.who.int/). Dengan demikian, pandemi Covid19 ini sungguh sangat berbahaya, terutama bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Selain berdampak pada sektor kesehatan, Covid juga memiliki dampak terhadap sektor lain, seperti ekonomi dan pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Verma, Dumka, Bhardwaj, Ashok, Kestwal, dan Kumar (2021) menunjukkan 10 negara yang memiliki perkembangan ekonomi paling maju di dunia mengalami penurunan  Produk Domestik Bruto (PDB) atau dalam istilah globalnya adalah Gross Domestic Product (GDP). Dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa Amerika Serikat, sebagai negara maju nomor satu, mengalami penurun sampai -5,9 disusul oleh China -4 dan Jepang -5,2 pada tahun 2020. Angka ini merupakan penurunan yang sangat drastis dibandingkan pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Hal ini menujukkan bahwa pandemi Covid-19 menurunkan perkembangan ekonomi diberbagai negara.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya di negara maju, di negara berkembang seperti Indonesia, tercatat perkembangan ekonomi menurun sampai -5,32% pada kuartal kedua 2020. Pada masa ini, hampir seluruh kegiatan ekonomi diberhentikan dan banyak perusahan memiliki gulung tikar. Akibatnya, gelombang PHK besar-besaran terjadi. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), per 7 April 2020 dalam Laporan Kajian Dampak Pandemi Covid-19, terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih WFH (Work from Home) dan melakukan PHK.  Jumlah  pekerja  yang terkena  dampak sebesar 1.010.579 orang dengan rincian 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan WFH, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja  terdampak  di  sektor  informal  adalah  sebanyak  34.453  perusahaan  dan  189.452  orang pekerja di-PHK.

Selain itu, menurut Saturwa, Suharno, dan Ahmad (2021), Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengalami penurunan yang lebih besar daripada pelaku usaha makro. Mereka mencatat dari 100 UMKM yang mereka teliti dengan menggunakan survei mengalami penurunan sebesar 1,2573 persen. Di sisi lain, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pelaku UMKM memiliki ketahanan 1,5-2 bulan dalam melakukan usahanya.

Dari data yang ditulis di atas, mengimplikasikan bahwa dampak pandemi Covid-19 sangat mencekam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selain itu, pandemi Covid-19 juga membatasi pergerakan sosial yang ada di masyarakat. Hal ini berdasarkan peraturan pemerintah yang menerapkan peraturan Social Distancing atau biasa disebut dengan ‘Jaga jarak’. Dampaknya, semua kegiatan kebudayaan dan keagamaan tidak dapat dilakukan seperti pada umumnya, bahkan kegiatan-kegiatan tersebut dilarang. Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan tertentu dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan di masa pandemi.

Tidak hanya dalam kegiatan kemasyarakatan, sektor pendidikan juga mengalami beberapa perubahan akibat pandemi Covid-19. Perubahan yang paling menonjol adalah prinsip pendidikan di masa pandemi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan, “Prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19”. Pernyataan ini diungkapkan Nadiem saat melakukan rapat koordinasi secara daring bersama kepala daerah seluruh Indonesia. Secara eksplisit, pernyataan ini mengubah prinsip pendidikan sebelum pandemi, dimana prinsip pendidikan sebelumnya tidak menekankan pada keutamaan kesehatan, melainkan perkembangan sikap dan karakter peserta didik.

Selain prinsip pendidikan, Covid-19 juga menekan pemerintah untuk menerapkan pembelajaran secara daring. Pembelajaran daring ini menjadi salah satu alternatif sistem pembelajaran di tengah pandemi. Menurut Allo (2020), pembelajaran daring merupakan alternatif yang paling efektif di saat wabah Covid-19. Temuan ini berdasarkan persepsi mahasiswa terhadap pembelajaran daring. Pembelajaran daring adalah kondisi dimana pelajar dan pengajar memiliki sebuah jarak fisik, yang mana pembelajar memanfaatkan kemajuan teknologi (seperti komputer) untuk mengakses materi pembelajaran dan pelajar dengan teknologi tersebut dapat berkomunikasi dengan pengajar (Anderson, 2008). Dengan adanya jarak fisik, tentunya pelajar dapat belajar dimana saja dan pengajar dapat mengajar di tempat manapun. Dengan demikian, pembelajaran daring tidak akan mempersoalkan tempat selama tempat tersebut dapat mengakses sebuah jaringan internet.

Walaupun pembelajaran daring tidak terbatas oleh jarak, persoalan yang sering muncul adalah fasilitas dan kurikulum pembelajaran. Fasilitas yang menjadi polemik adalah jaringan internet dan media pembelajaran. Jaringan internet merupakan unsur yang paling penting dalam pembelajaran daring. Karena jaringan internet yang akan menghubungkan koneksi pelajar dan pengajar dalam jangka jarak jauh. Yang menjadi kekhawatiran adalah buruknya jaringan internet yang dimiliki terutama di pelosok desa. Karena sampai dengan hari ini, jaringan internet yang ada di Indonesia belum mampu masuk ke seluruh penjuru negeri. Kemudian persoalan selanjutnya adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan jaringan internet. Bagi mayoritas masyarakat perkotaan, biaya untuk mendapatkan jaringan internet bukan suatu hal yang mahal, tetapi bagi masyarakat pedesaan, mereka harus kerja beberapa hari untuk mendapatkan jaringan internet.

Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang baru bagi Indonesia. Namun, kondisi wabah Covid-19 memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan pembelajaran daring meskipun tanpa persiapan yang matang untuk menyusun strategi pembelajaran. Sehingga, kebijakan ini terkesan dadakan tanpa kurikulum yang jelas. Dengan demikian, efektifitas pembelajaran daring perlu dipertanyakan. Sehingga, pembahasan mengenai pembelajaran daring sangat perlu untuk diperluas.

Berangkat dari polemik di atas, penulis merasa perlu mengkaji persepsi pelajar dalam pelaksaan pembelajaran daring mengingat pelajar merupakan elemen yang mendapatkan dampak positif dan negatif dalam pembelajaran daring. Kajian persepsi dilakukan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pembelajaran daring menurut pelajar. Sehingga, ditemukan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pembelajaran daring. Di sini, penulis kemudian membatasi kategori pelajar. Penulis hanya melakukan kajian terhadap persepsi mahasiswa, karena mahasiswa memiliki persepsi yang dapat dikaji dengan mudah dan akurat, yang kemudian diharapkan menjadi acuan dalam efektivitas pembelajaran daring.

Pada era sekarang, hampir seluruh mahasiswa sudah mempunyai perangkat pembelajaran daring seperti handphone, laptop, dan komputer. Berdasarkan kajian penulis, ada 55 mahasiswa yang terlibat. Dari 55 mahasiswa ini, seluruhnya mengatakan bahwa mereka memiliki perangkat untuk mendukung pembelajaran daring. Pernyataan ini dikumpulkan dengan kuesioner yang diberikan oleh penulis melalui media sosial. Dari temuan ini, perangkat pembelajaran daring tidak lagi menjadi persoalan mengingat semua mahasiswa sudah memiliki perangkat-perangkat tersebut.

55 mahasiswa tersebut juga meyakini bahwa teknologi dapat membantu pembelajaran. Mereka berpendapat bahwa pandemi Covid-19 merupakan pukulan yang besar bagi sektor pendidikan, karena kebijakan pendidikan yang normal tidak dapat dijalankan, seperti kuliah tatap muka. Jika dipaksakan untuk melakukan tatap muka, maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan, yaitu melakukan social distancing atau menjaga jarak. Persyaratan ini wajib dilakukan mengingat mudahnya penyebaran virus Covid-19. Dengan kondisi pandemi Covid-19, 55 mahasiswa ini berargumen jika teknologi dapat menjadi alternatif untuk membantu pembelajaran.

Teknologi pembelajaran yang mendukung dalam pembelajaran berbasis tekhnologi adalah media sosial (WA, Youtube, Telegram), aplikasi Zoom Meeting, dan Google Meet. Semua media ini memiliki fitur yang dapat menunjuang pembelajaran, seperti panggilan video, pertemuan berbasis video, dan pengiriman dan penerimaan pesan. Semua fitur ini, sangat mendukung terhadap pembelajaran, karena pembelajaran dimasa pandemi Covid-19 menerapkan prinsip social distancing.

Namun, walaupun teknologi dapat membantu pembelajaran dan menjadi alternatif di masa pandemi Covid-19, pada prinsipnya, dari 55 mahasiswa ini, mayoritas setuju jika tekhnologi tidak dapat membantu kehadiran seorang guru. Bagi mereka, seorang guru memiliki nilai yang tidak dimiliki oleh teknologi. Nilai tersebut adalah nilai moral dalam mendidik dimana dalam mendidikan membutuhkan sosok figur (contoh) dan kasih sayang atau perhatian. Sehingga, teknologi hanya berperan sebagai pengganti.

Disisi lain, mahasiswa tersebut lebih nyaman berkomunikasi secara langsung daripada melalui daring. 90% dari 55 mahasiswa ini merasa tidak nyaman jika berkomunikasi melalui daring. Mereka beranggapan bahwa komunikasi secara langsung memberikan kesan yang berbeda daripada melalui daring. Apalagi beberapa dari mereka mengatakan jika materi-materi yang disampaikan secara daring sering kali tidak dapat dipahami, karena beberapa dosen tidak menjelaskan secara detail melainkan memberikan tugas untuk membaca sendiri materi yang dipelajari. Sehingga dengan aktivitas seperti ini, seorang dosen terkesan kurang dalam memberikan feedback atau timbal balik.

Keluhan mahasiswa ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh beberapa hal, seperti (1) pembelajaran daring dirasa tidak terorganisir dengan baik, (2) gangguan jaringan internet, dan (3) pembelajaran daring tidak murah.

Pertama, sudah menjadi kebenaran umum bahwa pembelajaran daring merupakan pilihan yang terbaik dari yang terburuk, karena kondisi pandemi Covid-19 yang sangat memaksakan untuk mengimplementasikan pembelajaran daring. Sehingga pembelajaran daring sering kali dikatakan sebagai kebijakan yang mendadak tanpa ada strategi yang matang. Hal ini diungkapkan langsung oleh beberapa mahasiswa yang sedang terlibat dalam kajian ini. Salah satu alasannya adalah banyaknya pengajar yang kurang menguasai teknologi, sehingga pembelajaran sering kali terkendala, karena seorang pengajar tidak mampu menggunakan fitur media dengan maksimal. Harusnya, pemerintah memberikan edukasi yang cukup agar para pengajar mampu menggunakan fitur dengan baik. Tidak hanya memberikan otoritas penuh kepada masing-masing kampus. Dengan demikian, harus ada standardisasi mengenai penguasaan fitur media, yang akan digunakan untuk pembelajaran daring. Kendala ini hanya contoh kecil yang ditemukan dalam pembelajaran daring.

Kedua, beberapa mahasiswa mengatakan bahwa gangguan jaringan internet sering kali mengganggu dalam pembelajaran daring. Sering kali mahasiswa gagal dalam memahami materi yang diberikan karena gangguan jaringan internet. Hal ini sudah menjadi fakta bahwa jaringan internet di Indonesia tidak menyebar secara rata, sehingga beberapa daerah memiliki jaringan internet yang lemah. Dengan demikian, kebijakan daring memerlukan koreksi besar untuk mempertimbangkan persoalan ini.

Ketiga, pembelajaran daring membutuhkan biaya yang tidak murah. Artinya pembelajaran daring membutuhkan biaya yang mahal. Hal ini diungkapkan oleh beberapa mahasiswa yang mengatakan bahwa mereka membutuhkan kuota jaringan internet yang lebih banyak daripada sebelumnya mengingat setiap harinya mereka membutuhkan hampir 1 Giga Byte (GB). Sedangkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah hanya 15 GB. Tentunya, dengan bantuan sebesar ini, mahasiswa mengalami kekurangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak semua mahasiswa memiliki akses internet.

Dari pemaparan ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring merupakan alternatif yang terbaik dari yang terburuk. Pembelajaran daring memiliki konsekuensi yang besar yang harus ditanggung oleh pemerintah. Walaupun ini merupakan solusi yang terbaik, pemerintah harus menemukan pola atau strategi yang cukup untuk mengimplementasikan pembelajaran daring. Apalagi, kebanyakan mahasiswa sudah mulai jenuh dengan pembelajaran daring karena beberapa permasalahan yang sudah diuraikan di atas. Dengan demikian, kesimpulan besarnya adalah pembelajaran daring dapat dilanjutkan dengan beberapa catatan, yaitu (1) pemerintah harus menemukan strategi yang bagus dan jelas untuk pembelajaran daring, (2) pemerintah harus mempertimbangkan jaringan internet yang dimiliki oleh pelajar, dan (3) pemerintah harus memperhatikan biaya yang dibutuhkan dalam pembelajaran daring. Ketika catatan ini dapat diselesaikan, maka pembelajaran daring akan dirasa mampu memberikan hasil yang memuaskan.

 

Oleh: Moch. Turdi Mustafa, Magister Ilmu Linguistik, Universitas Jember, (mochturdimustafa@gmail.com)

 

Refrensi

Allo, M. D. (2020). Is the online learning good in the midst of Covid-19 Pandemic? . Jurnal Sinestesia, 1-10.

Anderson, T. (2008). The Theory and Practice. Second Edition. Canada: AU Press, Athabasca University.

Saturwa, H. N., Suharno, & Ahmad, A. A. (2021). The impact of Covid-19 pandemic on MSMEs. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 65-82.

Verma, P., Dumka, A., Bhardwaj, A., Ashok, A., Kestwal, M. C., & Kumar, P. (2021). A Statistical Analysis of Impact of COVID19 on the Global Economy. SN Computer Science, 1-13.

Pos terkait