Petik Laut Tanjung Papuma, Sinergi Kembangkan Pariwisata di Kawasan Perhutani 

  • Whatsapp

Ketika matahari mulai menghangat, ratusan pengunjung, Kepala Desa Lojejer dan perangkatnya, General Manager KBM Ekowisata Perhutani Jawa Timur, Administratur Perhutani Jember, pengurus Dewan Kesenian Jember (DeKaJe), penggiat tradisi Jawa Pura Asih, dan mahasiswa KKN Kolaboratif di Kecamatan Wuluhan memasuki tempat upacara pembukaan Petik Laut Tanjung Papuma, 30 Juli 2022.

Panggung upacara pembukaan pun tidak didesain secara khusus. Cukup panggung yang diberi pasir putih sehingga tampak menyatu dengan pantai. Kreasi sederhana ini menegaskan bahwa untuk membuat even di alam, tidak perlu tambahan dekoratif yang bisa mengganggu keindahan alam. Dengan panggung sederhana, keindahan pulau-pulau karang dan Samudra Indonesia tetap bisa dinikmati secara maksimal oleh para peserta upacara pembukaan dan pengunjung.

Dalam sambutannya, Kepala Desa Lojejer Wuluhan, Mohammad Sholeh, menjelaskan bahwa Petik Laut ini bertujuan untuk memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Penguasa agar memberikan limpahan karunia kepada para nelayan dan warga yang bekerja di sektor kelautan.

“Selain itu, even ini menandai rintisan kerjasama antara KBM Eko Wisata Perhutani Jawa Timur dengan Bumdes Lojejer. Ke depan kita berharap penataan kawasan Papuma bisa dilakukan maksimal. Termasuk bermacam atraksi pariwisata bisa dikembangkan. Kalau di Bali ada Jimbaran, kita berharap di Jember aka ada Jemberan”, tegasnya disambut tepuk tangan para pengunjung.

Menanggapi pernyataan Kades Lojejer, GM KBM Ekowisata Perhutani Jawa Timur, Berthus Sudarmeidi, menegaskan pihaknya terbuka untuk kerjasama dengan Pemdes Lojejer agar aktivitas pariwisata di Papuma bisa memberikan manfaat kepada masyarakat dan pemerintah desa.

“Perhutani selalu membuka diri untuk kerjasama pengembangan wisata. Papuma ini masih bisa dikembangkan lebih menarik lagi. Tidak hanya di Papuma, tetapi juga di tempat-tempat lain di Jember. Prinsipnya, ada kejelasan kerjasama yang sama-sama menguntungkan”, ucapnya sebelum mengakhiri sambutan.

Setelah acara sambutan, para perempuan penari dari Sanggar Seni Sotalisa Jember mempersembahkan tari Lenggang Jember. Tari ini menggambarkan keragaman budaya Jemberan.Representasi keragaman itu hadir dalam gerak tari dan instrument music yang yang menghadirkan pengaruh beragam etnis.

 

Sementara, para penari dari UKM Kesenian UNEJ mempersembahkan tari Gambyong Mari kangen yang bermakna syukur atas limpahan karunia dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Sebagai suguhan estetik, kedua tari tersebut semakin sempurna dengan latar belakang pulau-pulau karang dan Samudra Indonesia.

Kemeriahan pelaksanaan petik laut di Pantai Papuma, Jember. (Sumber Foto : Panitia Acara)

Adapun pelaksanaan ritual diarahkan oleh para penggiat komunitas Puri yang selama ini menjalankan tradisi Jawa Ngayogyakarta di Jember. Iring-iringan pelaku ritual dimulai dari Siti Hinggil, bukit di Papuma tempat para pengunjung menikmati Samudra Indonesia.

Sesampai di tempat upacara pembukaan, bergabung Kepala Desa Lojejer dan istri, GM KBM Ekowisata Perhutani, Administratur Perhutani Jember, Kapolsek, Koramil, perwakilan Dinas Perikanan Jember, masyarakat desa, mahasiswa KKN Kolaboratif Jember, dan mahasiswa KKN Unair yang membawa gunungan hasil bumi serta sesajen. Arak-arakan pun bergerak ke pelaksanaan Petik Laut di bagian tengah Papuma.

Sebelum sampai lokasi, mereka disambut rombongan hapsari, peri samudra, yang diperankan oleh anggota Sanggar Sotalisa dan UKM Kesenian UNEJ. Peri samudra bisa diposisikan sebagai kekuatan dan kebaikan laut untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Para peri akan selalu memberikan yang terbaik asalkan manusia juga bisa menjaga sikap dan tindakan, tidak merusak. Maka, Petik Laut menjadi medium untuk menjaga relasi ekologis dengan samudra luas.

Setibanya di lokasi utama, sebelum dimulai prosesi ritual, seorang ustadz memimpin doa dengan bahasa Arab dan Indonesia. Tujuannya agar acara ini diberikan kelancaran dan Tuhan Yang Mahakuasa memberikan rahmat kepada warga nelayan, warga Lojejer, dan warga Jember.

Sesudahnya, ritual Petik Laut pun dimulai. Beberapa anggota Puri Asih membawa sesajen ke tepi pantai. Para hapsari berdiri melingkar. Gending Jawa pun mengalun. Doa-doa pun dipanjatkan dengan begitu khusuk.

Para pengunjung pun tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan momen sakral ini. Ratusan handphone mengarah kepada penggiat yang sedang menjalankan ritual serta para hapsari. Pemandangan ini menunjukkan bahwa kehadiran aktivitas ritual dan kultural di tempat wisata bisa menjadi alternatif untuk pengembangan destinasi.

Di bagian akhir, setelah doa selesai dilakukan, beberapa tumpeng dan sesajen dinaikkan ke perahu motor untuk di bawah ke samudra. Warga pun beramai-ramai mendorong perahu tersebut.

Salah satu bentuk tumpeng acara petik laut di Pantai Papuma. (Sumber foto : Panitia Acara)

Dalam Petik Laut ini, tidak ada kepala sapi, kerbau, atau kambing yang dilarung. Menurut Budi, Ketua Puri Asih, tidak ada keharusan untuk melarung kepala sapi, kerbau, atau kambing.

“Semua kembali ke keyakinan dan kepatutan kawasan. Kalau di Papuma ini, cukup dengan hasil bumi. Apalagi kawasan Lojejer terkenal dengan kawasan pertanian yang sangat subur. Yang terpenting dari semua itu adalah doa-doa baik yang kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,” jelas Budi yang mengenakan pakaian adat Jawa lengkap.

Sebagai penutup ritual, gunungan hasil bumi yang sudah didoakan bersama dibagi-bagikan kepada warga. Mereka pun berebut untuk mendapatkan singkong, garut, jagung, aneka buah, dan yang lain. Warga berharap agar mendapatkan kebaikan bersama dengan mendapatkan hasil bumi tersebut karena sudah didoakan bersama.

Selepas acara, warga banyak yang mengajak foto para hapsari dan penari. Para perempuan muda itupun melayani permintaan warga. Setidaknya, ada kebahagiaan yang bisa dibagi bersama warga masyarakat.

Dalam pandangan Ikwan Setiawan, Koordinator Kelompok Riset NiraEntas FIB UNEJ, dari even sederhana ini, tumbuh pemahaman bersama bahwa kepariwisataan Tanjung Papuma bisa dikerjakan secara kolaboratif antara Perhutani dan Pemdes serta melibatkan pihak-pihak yang berkometen.

“Prinsip pengelolaannya pun bisa diperkuat dengan basis komunitas, ekologis, konservasi, dan kultural. Dengan demikian, kerjasama ke depannya bisa menghasilkan aktivitas kepariwisataan yang lebih menarik minat pengunjung. Mereka tidak hanya disuguhi keindahan pasir putih dan malikan, tetapi juga aktivitas lain yang memanfaatkan kawasan hutan dan pemandangan samudra luas,” tuturnya setelah mengikuti keseluruhan rangkaian acara Petik Laut.

Basis Wanto, Koordinator Lapangan Acara, menyatakan kegembiraannya atas keberhasilan Petik Laut Tanjung Papuma.

“Awalnya, saya agak ragu karena persiapan yang relatif singkat. Namun, dengan kerjasama Pemdes Lojejer dan Perhutani serta dukungan DeKaJe, Puri Asih, Sotalisa, para dosen Unej, mahasiswa KKN, dan warga masyarakat, acara ini bisa berlangsung meriah. Semoga ke depannya, bisa lebih kreatif dan menarik,” ucapnya di sela-sela menikmati es degan seusai acara.

Sementara, Ketua Umum DeKaJe, Eko Suwargono, memandang positif penyelenggaraan Petik Laut Tanjung Papuma.

“Ini merupakan Petik Laut yang benar-benar dikonsep secara matang dengan prinsip pariwisata ekokultural. Maksudnya, menghadirkan atraksi yang menarik seperti tari dan prosesi ritual, untuk kepentingan pariwisata berbasis keindahan lingkungan dan konservasi. Tahun depan, harus kita kemas lebih baik dan atraktif lagi acara”, ujar Eko Suwargono sembari menikmati kopi di warung selepas acara.

Sebuah komitmen pun sudah dideklarasikan oleh Kades Lojejer dan GM Ekowisata Perhutani bahwa Petik Laut Tanjung Papuma dengan kemasan kultural yang menarik akan menjadi agenda tahunan. Tentu, kita semua berharap even ini bisa memberikan manfaat kepada semua pihak yang terlibat.

Pos terkait