Memahami Islam Indonesia, Memahami Diri Sendiri

  • Whatsapp

Banyak di antara umat Islam tidak paham struktur masyarakat Islamnya sendiri. Sering kita dengar jumlah umat Islam itu mayoritas, bahkan super mayoritas. Ada yang menyebut 85%, bahkan ada yang menyebut lebih dari 90%. Rasanya bangga kita dengan jumlah demikian besar. Bahkan disebut-sebut Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Mongkok rasanya dada ini.

Apakah benar demikian?

Kok masih dipertanyakan sih. Apa anda tidak percaya? Data, statistik juga bilang demikian. Para pejabat dan apalagi para ulama menyebut juga demikian. Apa yang diragukan lagi?

Bukan itu sebenarnya sodara. Bukan angka statistik itu. Yang membuat ragu kita adalah apakah angka itu menunjukkan juga bahwa jumlah keislaman kita yg mayoritas dalam kuantitas itu setara dengan kualitasnya? Nah mulai bingung kita menjawabnya.

Mari kita bongkar saja agar paham. Mungkin ada yanh bilang, jangan dibongkarlah nanti pihak lain tahu kita kayak gitu. Atau nanti kita malah terbelah satu dengan lainnya. Tidak sodara. Lebih baik kita paham ketimbang kita tidak pernah paham. Lebih baik kita terbelah tetapi paham, ketimbang terbelah tetapi tidak paham mengapa kita terbelah. Pusing bukan? Mari kita memulainya dengan perlahan dan simpel. Tidak rumit kok untuk memahaminya.

Pencantuman agama ada di KTP, Kartu Keluarga, bahkan Paspor. Tiap negara masih mengakui pentingnya pencantuman agama tiap individu. Penghargaan terhadap agama adalah termasuk pemuliaan hak kemanusiaan setiap individu. Selain itu juga pemenuhan keperluan identitas praktis dalam kehidupannya sehari-hari. Hampir semua negara sepakat.

Indonesia memiliki penduduk sekitar 270 juta jiwa. Agama resmi diakui negara ada 6 yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khong Hu Cu. Selain itu ada beberapa aliran kepercayaan yang bebas dipraktikkan dan ‘diakui’ negara, meskipun jumlah pengikutnya jauh di bawah jumlah pengikut agama resmi.

Pengikut agama Islam secara resmi dianggap satu yakni Muslim. Siapa saja yg mengakui Tuhan itu Allah yg satu, dan Muhammad adalah RasulNya, maka sebarang individu itu adalah orang beragama Islam atau disebut Muslim.

Maka dihitunglah jumlah orang yang beragama Islam itu atau mengaku dirinya Muslim itu tadi. Ternyata menakjubkan sekali. Jumlahnya luar biasa. Meminjam data dari Kemendagri per 31 Desember 2021 yang lalu, jumlah penduduk Indonesia seluruhnya ada sebanyak 273,32 juta jiwa. Berapakah dari jumlah itu umat Islamnya? Ternyata betul. Muslim di Indonesia mayoritas bahkan super mayoritas. Data dari Kemendagri itu menyebut jumlah umat Islam mencapai 237,53 juta jiwa atau sebanyak 86,7%.

Apa ku bilang sodara. Betul kan. Data itu tidak bohong. Kemendagri punya Dukcapil dan mitra kerja tentang kependudukan seperti BPS dan Kemenkoinfo yg ikut menjamin keakuratan dan keabsahan data jumlah penduduk. Selama ini juga tidak ada yang menyangkal dan protes. InsyaAllah benarlah itu.

Di tengah kebenaran tak terbantahkan itu ternyata beredar tanda tanya yang umatnya ini juga sebagian tidak bisa menjawabnya.

Sering muncul adalah pertanyaan sederhana begini. Mengapa dengan jumlah penduduk muslim yang hampir mencapai 90% dari seluruh penduduk Indonesia, kok partai Islam sejak awal Pemilu tak pernah menang? Mengapa setelah itu malah tambah kacau dan lemah? Selain tidak pernah menang Pemilu, terpecah belah lagi dan memilih jalannya masing-masing.

Pertanyaan yang terakhir itu biarlah dulu berlalu. Ia hanya dampak saja dari kekalahan demi kekalahan. Penting dulu untuk dijawab adalah pertanyaan, mengapa dengan jumlah super mayoritas umat Islam sebagai satu entitas selalu nyungsep?

Jawabnya ternyata sederhana saja. Para elit Islam Indonesia sudah pula paham. Dari zaman dulu umat Islam sudah pun terbelah. Istilah ‘Islam Santri’ dan ‘Islam Abangan’ sudah lama populer. Inilah cikal bakal yg mengakibatkan umat Islam tidak pernah mayoritas dalam kekuasaan politik. ‘Islam Abangan’ diyakini berjumlah lebih banyak ketimbang ‘Islam Santri’. Mungkin sekarang telah berubah karena varian ikut berubah karena terjadi proses santrinisasi, tetapi ‘feeling’ abangan itu sulit menghilang seratus persen.

Di dalam ‘keyakinan budaya politik’ di Indonesia, berlaku adagium: Anda tidak akan pernah bisa menjadi Presiden, jika tidak punya dua syarat. Satu bersuku Jawa dan kedua beragama Islam. Yang dimaksud adalah anda seharusnya ‘Islam Abangan’ itulah.

Apakah masih laku ‘adagium’ itu sekarang? Masih. Yang dimaksud orang Jawa itu yang tinggal di Pulau Jawa dan juga di luar Pulau Jawa. Jumlah penduduk di Pulau Jawa saja ada sebanyak 154,34 juta jiwa hampir 60% dari penduduk Indonesia. Lebih menarik adalah jumlah penduduk yang beragama Islamnya luar biasa. Data terakhir per Juni 2022 orang Islam tercatat sebanyak 148,19 juta jiwa atau lebih dari 96%!

Jika orang Jawa adalah orang yang tinggal di Pulau jawa (kita eksklusikan dulu istilah suku yang tidak relevan lagi untuk bangsa kita sekarang dan masa depan), maka orang Jawa sebagaimana dengan orang Sumatera atau orang Kalimantan, adalah mementingkan latar nilai budayanya. Bukan lagi berdasarkan landasan genetiknya.

Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan ‘Orang Jawa’ dan yang sekaligus beragama Islam adalah kolaborasi yang sangat potensial dalam tatanan politik kekuasaan di negara ini. Tidak kisah apakah pemilahan abangan-santri itu masih berlaku ataupun tidak. Lebih signifikan bila kedua lapis Abangan dan Santri ini menyatu dalam kekuatan yang meraksasa dan juga representatif dalam makna kuantitas dan kualitasnya.

Terlepas dari kekuatan oligarki dan intervensi asing, ‘Orang Jawa’ yang sekaligus ‘Orang Islam’ itu masih tetap memiliki peluang yang luar biasa di dalam pertarungan politik kekuasaan di negeri ini.

Dengan jumlah demikian super, apa yang anda takutkan terhadap pengaruh oligarki. Jadikan jumlah yang super itu sebagai satu kekuatan masyarakat sipil tangguh dan kompak bersatu. Raksasa oligarki hanya akan seperti jin ifrit yg semula merasa besar, tak lama menyusut dan mengkerut bagaikan kutu kupret.

Pos terkait