Media Sosial dalam Lensa Harold Lasswell

  • Whatsapp

Harold Dwight Lasswell (13 Februari 1902 – 18 Desember 1978)adalah seorang ilmuwan politik terkemuka Amerika Serikat dan seorang pencetus teori komunikasi. Dia juga adalah seorang profesor di Chicago School of Sociology, Yale University, Selain itu dia juga adalah Presiden Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) dan Akademi Seni dan Sains Dunia (WAAS).

Harold Lasswell pada tahun 1927 menulis sebuah buku berjudul Propaganda Technique in the World War. Guru dari Herbert Simon ini dalam bukunya memperkenalkan teori teknik propaganda yang memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana pesan disampaikan dan diterima oleh masyarakat.

Dalam konteks media sosial modern, teori Lasswell ini masih relevan karena platform-platform tersebut sering digunakan sebagai alat propaganda dalam memengaruhi opini dan perilaku individu maupun masyarakat.

Kali ini kita akan mencoba membuat analisa praktik bermedia Sosial dengan teori teknik propaganda Harold Lasswell. Teori Lasswell terdiri dari lima komponen penting yang membentuk proses komunikasi:

Who (Siapa)

Mengacu pada siapa yang mengirim pesan atau propaganda. Di media sosial, pelaku bisa berupa individu, kelompok, atau entitas seperti perusahaan, organisasi, atau pemerintah.

Says What (Mengatakan Apa)

Mencakup konten atau pesan yang disampaikan. Ini bisa berupa informasi, opini, narasi, atau agenda tertentu yang ingin disebarkan.

In Which Channel (Melalui Saluran Apa)

Merujuk pada saluran atau media yang digunakan untuk menyebarkan pesan. Di era digital, media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube menjadi saluran utama untuk menyebarkan propaganda.

To Whom (Kepada Siapa)

Menunjukkan audiens atau target dari propaganda. Dalam konteks media sosial, pesan dapat ditujukan kepada khalayak tertentu, seperti pemilih potensial, kelompok masyarakat tertentu, atau bahkan individu secara spesifik berdasarkan profil dan perilaku online mereka.

With What Effect (Dengan Efek Apa)

Mengacu pada dampak atau hasil dari pesan yang disampaikan. Efeknya dapat beragam, mulai dari perubahan opini publik, pengaruh terhadap perilaku, hingga penciptaan ketegangan atau polarisasi di masyarakat.

 

Analisis Media Sosial dengan Teori Lasswell

Media sosial adalah platform komunikasi online yang memungkinkan seseorang atau kelompok dapat terhubung dengan individu atau kelompok lainnya melalui internet. Media sosial semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. Media sosial populer pertama yang digunakan di Indonesia yakni Frindster. Dibuat sekitar tahun 2002, aplikasi tersebut sangat digandrungi anak muda pada masa-masa itu. Penggunanya dapat membagikan foto, video, hingga mengirimkan komentar ke teman yang di-add as friend. Seiring perkembangan teknologi, hari ini kita bisa melihat Facebook, Instagram, WhatsApp, Telegram, Twitter (X), Youtube, dll.

Melansir Data Reportal, Tahun 2023 terdapat total 4,76 miliar pengguna aktif media sosial tersebar di seluruh dunia. Nilai tersebut sebanding dengan 60% populasi dunia. Pengguna media sosial mengalami pertumbuhan pesat selama 10 tahun terakhir. Di pertengahan tahun 2023 jumlah pengguna media sosial bertambah sebanyak 137 juta pengguna baru.

Di Indonesia sendiri, terdapat 167 juta pengguna aktif media sosial, yang setara dengan 60,4% dari total populasi. Sebanyak 78,5% dari pengguna internet pasti menggunakan paling tidak 1 akun media sosial.

Dalam konteks media sosial, teori Lasswell memberikan pandangan yang berharga tentang bagaimana pesan propaganda dibentuk, disebarkan, dan diterima oleh pengguna. Berikut ini adalah analisis tentang bagaimana media sosial memanfaatkan setiap komponen teori Lasswell:

Who (Siapa)

Pelaku di media sosial bisa berupa individu, kelompok, atau entitas besar seperti perusahaan atau pemerintah. Mereka seringkali memiliki agenda atau kepentingan tertentu dalam menyebarkan pesan, mulai dari memengaruhi opini publik hingga memperkuat basis pendukung.

Says What (Mengatakan Apa)

Pesan yang disampaikan di media sosial dapat berupa informasi, opini, narasi, atau propaganda yang disesuaikan dengan kepentingan pelaku. Konten yang dibagikan bisa berupa artikel berita, video, gambar, meme, atau kampanye politik yang dirancang untuk memengaruhi pikiran dan emosi pengguna.

In Which Channel (Melalui Saluran Apa)

Media sosial menyediakan berbagai platform yang menjadi saluran untuk menyebarkan pesan propaganda, termasuk Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dan lain-lain. Setiap platform memiliki karakteristik dan demografi pengguna yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku untuk menyebarkan pesan dengan lebih efektif.

To Whom (Kepada Siapa)

Propaganda di media sosial sering ditargetkan kepada kelompok atau individu tertentu berdasarkan profil dan perilaku online mereka. Dengan menggunakan algoritma dan data pengguna, pelaku dapat mengidentifikasi audiens potensial dan menyajikan pesan yang sesuai dengan kepentingan mereka.

With What Effect (Dengan Efek Apa)

Efek dari propaganda di media sosial dapat sangat bervariasi, tergantung pada konteks dan penerima pesan. Beberapa efek yang mungkin termasuk perubahan opini publik, polarisasi masyarakat, penyebaran hoaks atau informasi palsu, serta pengaruh terhadap perilaku pemilih atau konsumen.

Dalam era digital yang didominasi oleh media sosial, teori teknik propaganda Harold Lasswell tetap relevan sebagai kerangka analisis untuk memahami bagaimana pesan-pesan propaganda dibentuk, disebarkan, dan diterima oleh masyarakat. Dengan memahami setiap komponen teori Lasswell, kita dapat lebih waspada terhadap pengaruh propaganda di media sosial dan mengembangkan literasi media yang kritis dalam menghadapi informasi yang kita terima secara online.

Media sosial bagaikan pisau bermata dua, bisa menjadi sebuah keuntungan sekaligus mampu menjadi sebagai sebuah ancaman, utamanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini tidak lepas bagaimana media sosial diperlakukan, baik oleh yang berkepentingan maupun yang menjadi sasaran dari kepentingan itu sendiri.

Ancaman seperti doxxing, jual beli data pengguna hingga polarisasi dalam masyarakat dapat dicegah dengan peningkatan literasi digital yang dapat dilakukan secara mandiri ataupun didorong oleh kebijakan dari pemerintah. Setidaknya melalui peningkatan literasi digital yang dilakukan setiap pengguna dari media sosial bisa lebih kritis dalam memilih dan memilah setiap informasi yang diterima melalui media sosial. Selain itu setiap pengguna media sosial akan menjadi lebih bijak dalam menggunakan media sosialnya, utamanya dalam mengunggah keseharian atau berkomentar atas berbagai hal yang ada di media sosial.

Pos terkait